Akhirnya kami memutuskan lanjut, melewati jembatan gantung kecil tersebut, dengan catatan tebal bergaris bawah: berjalanlah dengan hati-hati, pegangan pada pagar jembatan kuat-kuat, dan jangan sekali-kali menengok ke bawah!
Meniti langkah demi langkah sambil berpegangan pada besi pengaman di samping, kami berjalan perlahan berurutan. Dari atas ketinggian di tengah jembatan saya melihat ke bawah, air sedang deras saat itu. Jarak dari jembatan hingga ke dasar sungai mungkin ada setinggi pohon kelapa. Jantung pun terasa berdegup kencang, darah berdesir, saya mengalihkan pandangan ke muka, menatap sisa langkah ke tepi sana.
Lega rasanya setelah tiba di seberang, kami semua selamat dan meneruskan langkah untuk menyelesaikan urusan rapat yang belum kelar.
Menjelang hari gelap, selesailah agenda bahasan terakhir dan kami pun berkemas. Mengambil jalan sebelumnya untuk pulang, hingga sesuatu kami sadari: kami harus menaklukkan jembatan gantung itu sekali lagi!
Sejenak kami menghela napas berat, tapi bukan lelah, setelah kami sampai di mulut jembatan sialan tersebut.
"Bagaimana, lanjut lagi atau cari jalan lain?" kata seorang kawan membuka percakapan.
Hari sudah semakin gelap, walaupun kami masih bisa melihat jalan setapak tanpa lampu penerang yang tidak kami bawa. Sungai di bawah sana agak lebih gemuruh terdengar menciutkan nyali.
Kali ini keputusan harus diambil melalui pertimbangan akal yang lebih waras.
Sebagian besar suara kini berbalik, hampir semuanya memilih untuk mengambil jalan memutar menuju tempat pemberhentian kendaraan umum yang akan membawa kami pulang ke kota. Hanya 3 orang yang menolak opsi jalan memutar, saya dan 2 orang kawan. Rombongan pun lalu berpisah di tempat itu.
Sebelum menyeberang kami bertiga berdoa dalam diam, menenangkan diri. Dengan mantap langkah kaki kemudian diayun menginjak alas papan jembatan, satu demi satu. Kata orang Jawa: "Nek wani ojo wedi-wedi, nek wedi ojo wani-wani". Terjemahan bebasnya: Ragu-ragu, mundur!
Alhamdulillah, jembatan itu akhirnya kami taklukkan sekali lagi. Saya bersyukur dalam hati sambil bergegas menempuh sisa perjalanan pulang, dalam gelap yang kian malam.