Indonesia merupakan negara yang sangat besar dari segi luas wilayah dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang begitu besar harusnya menjadikan negara ini tidak kekurangan sumber daya manusia dalam berbagai aspek. Namun, sangat di sayangkan ketika begitu banyak sumber daya manusia di negara ini, tidak banyak yang memiliki kualitas yang di harapkan. Alhasil, negara kerap kali menggunakan sumber daya manusia dari negara luar untuk mencapai tujuan yang diharapkan.Â
Tak terkecuali dalam sepakbola. Dalam beberapa tahun kebelakang, beberapa kali Indonesia menaturalisasi warga negara asing menjadi warga negara Indonesia yang merupakan pemain sepakbola. Tujuannya jelas, untuk memperkuat timnas Indonesia agar dapat berbicara di pentas Internasional.
Berbicara pemain naturalisasi, pribadi saya tak sepenuhnya menolak. Meski hampir sepenuhnya menolak. Naturalisasi lebih baik dilakukan kepada pemain keturunan Indonesia, bukan pemain asing yang telah menetap lama di Indonesia.
Menurut pandangan pribadi saya, pemain-pemain asing yang ada di liga Indonesia tujuannya tak lain adalah memberikan pengalaman bertanding kepada para pemain lokal, juga menjadikan liga 1 menjadi lebih kompetitif dalam peraihan gelar juara.
Namun, tim-tim Indonesia yang memiliki latar belakang kerakyatan, yang tidak hanya menajaga nama baik tim, tapi juga mempertaruhkan nama kota yang dibawanya, malah menjadikan pemain asing sebagai pemain yang perannya paling vital, sehingga mengesampingkan pemain lokal. Hal yang paling terasa ketika timnas Indonesia kesulitan mencari striker nomer 9 yang berpengalaman macam legenda timnas seperti Widodo Cahyono Putro, Kurniawan, Zainal Arif, dan ikonik timnas Indonesia, Bambang Pamungkas pada masanya.
Padahal untuk posisi striker saat ini Indonesia mempunyai nama-nama seperti Syamsul Arif, Lerby, Marinus Wanewar, bahkan pemain timnas u-19 macam M. Rafli dan Hanis Shagara yang layak diperhitungkan untuk bahu membahu bersama kapten timnas, Boaz Solossa di lini depan timnas. Lini depan memang menjadi lini yang rata-rata diisi oleh pemain asing di sejumlah tim di liga 1. Imbasnya tentu, pemain lokal yang berpsisi sebagai striker tak banyak mendapatkan jam terbang. Alhasil, striker asing pun menjadi target naturalisasi.
Bahkan, hal yang saya pribadi tidak sukai dari program naturalisasi pemain asing ini adalah, ketika pemain asing ingin dinaturalisasi agar dapat bebas bermain di Indonesia, seperti yang diketahui, pemain asing sangat dibatasi dalam kompetisi liga 1. Bahkan, Heman Dzumafo saat itu mengakui, keinginannya di naturalisasi bukan untuk membela timnas, tapi untuk membela PSPS Riau, yang berkompetisi di liga 2. Yang paling mengecewakan, tim-tim ini membantu proses naturalisasi pemain asingnya, bukannya membantu pemain lokal dengan memberikan kepercayaan dan jam terbang.
Sedangkan di liga 1 yang akan segera bergulir, tim macam Sriwijaya FC dan Madura United terlihat banyak memiliki pemain asing, padahal pemain yang terlihat asing itu adalah WNI. Inilah sepakbola kita, inilah liga kita, ada beberapa tim yang memiliki banyak pemain asing tapi WNI, dinaturalisasi karena cinta Indonesia atau ingin bebas bermain di Indonesia? Ntahlah, mereka yang tahu. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H