Pada tanggal 18 November 1912 ada seorang ulama kharismatik yang dikenal kealimannya, berlatar belakang yang baik itu mendirikan ormas islam yakni Muhammadiyah, beliau memiliki guru yang bernama Syekh Muhammad Khotib Al-Minangkabawi, beliau adalah KH. Muhammad Darwis yang namanya diganti oleh gurunya menjadi KH. Ahmad Dahlan. Beliau ini lahir pada tanggal 1 Agustus 1868 dikauman Yogyakarta. Beliau ini memiliki seorang ayah yang bernama KH. Abu Bakar yang mana seorang ayahnya ini ialah ulama dan khatib terkemuka di masjid besar kesultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibunda dari beliau itu adaah putri dari H. Ibrahim yang juga menjabat oenghelu Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu. Beliau ini termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) salah seorang yang terkemuka di antara walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama islam di tanah Jawa.
Beliau dididik dengan sungguh-sungguh oleh ayahnya yang relefansi dengan ilmu keagamaannya, dengan cara melatih pemikiran beliau sehingga mampu berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridho dan Ibnu Taimiyah pada masa periode tahun 1883 di Mekkah, sekaligus beliau diberangkatkan haji oleh ayahnya dan dapat bantuan biaya dari kaka iparnya yang bernama KH. Sholeh pada umur 15 tahun. Setelah menunaikan haji dan sebelum pulang ke kampung halaman, beliau mendapat nama baru yakni Ahmad Dahlan. Singkatnya pada tahun 1888 ia sampai dikampung halaman, tidak lama sampai di situ beliau menikah dengan Siti Walidah sepupunya sendiri yang mana ia dikenal sebagai salah satu Pahlawan Nasional dan Pendiri Aisyiyah pada tahun 1917 diYogyakarta. Beberapa tahun setelahnya, ia kembali berangkat ke Mekkah dan menetap disana selama dua tahun. Pada keberangkatan kedua ini ada kesengajaan dikarenakan ingin memperdalam dan memperluas ilmu keagamaan. Untuk ini, ia juga berguru dengan Syekh Ahmad Khotib yang mana juga guru dari pendiri Nahdlatul Ulama yakni KH. Hasyim Asy'ari.[1]
Â
Selanjutnya, pada tanggal 31 Januari tahun 1926, ada seorang ulama yang mendirikan ormas islam di Indonesia setelah berdirinya Muhammadiyah, yakni Nahdlatul Ulama. Beliau lahir pada tanggal 14 Februari tahun 1871. Beliau ini seorang Ulama, Pahlawan Nasional sekaligus menjadi Rais Akbar (pimpinan tertinggi pertama) pada ormas islam di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Beliau ini memiliki nama laqob (julukan) Hadrotussyaihk yang berarti Mahaguru dan telah hafal kutubus shittah (6 kitab hadits), serta memiliki julukan Syaikhul Masyahikh yang berarti Gurunya Para Guru. Ia adalah putra dari pasangan K.H. Asy'ari dengan Ny. H. Halimah, dilahirkan di Desa Tambakrejo, Jombang, Jawa Timur, dan memiliki salah satu anak bernama K.H. A Wahid Hasyim yang juga merupakan pahlawan nasional perumus Piagam Jakarta, serta cucunya yakni K.H. Abdurrahman Wahid, merupakan Presiden RI ke-4.
Dari garis keturunan sang ayah, beliau merupakan keturunan dari Rasulullah. Dan selain keturunan Rasulullah, beliau juga termasuk keturunan dari Sunan Giri, wali yang menyebarkan agama islam di tanah Jawa. Sementara dari garis keturunan sang ibu, beliau keturunan raja terakhir kerajaan Majapahit, Raja tersebut yakni Raja BrawijayaVI (Lembu Peteng). Hasyim, sedari kecil tinggal berdampingan di lingkungan pesantren tradisional. Di sana, ia belajar dasar-dasar Islam dari pondok pesantren yang dipimpin sang ayah, Pesantren Keras. Menginjak usia 15 tahun, Hasyim melancong ke beberapa pesantren di Jawa. Mulai dari Pesantren Siwalan Panji (Sidoarjo), Pesantren Tambakberas (Jombang), Pesantren Langitan (Tuban), Pesantren Cepoko (Ngawi), serta Pesantren Sarang (Rembang). Enam tahun berselang, Hasyim memperistri Nafisah yang merupakan putri dari Kiai Ya'qub Siwalan Panji. Ia kemudian menunaikan ibadah haji bersama mertua dan istrinya.
Tak hanya menjalankan ibadah haji, beliau juga menimba ilmu kepada beberapa ulama terkemuka yakni Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Syaikh Muhammad Salih al-Samarqnadi, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Thahir al-Ja'fari, serta Syaikh Muhammad Mahfuzh al-Tarmasi. Sebelum kembali ke Tanah Air, KH Hasyim juga sempat mengabdi sebagai pengajar di Masjidil Haram. Ia menyandang gelar Syaikhul Haram.[2]
      Kedua pendiri ormas islam di Indonesia ini, memiliki latar belakangan yang sangat baik dari segi pendalaman keilmuan bidang agama sangat antusias sekali, dan juga memiliki intelektual dalam ketangkasan rasionalisme untuk memutuskan suatu kehendak. Maka jangan heran, meskipun mereka memiliki guru yang sama, akan tetapi mereka punya gagasan masing-masing dalam sejarah islam di Indonesia. Kedua nya memiliki ciri khas dalam memimpin setiap organisasinya. Sebelum itu, penulis ingin memaparkan teori terkait kedua organisasi yang didirikan oleh kedua ulama kharismatik ini pada masanya.
Â
- Organisasi Massa Jam'iyyah Muhammadiyah
Organisasi ini, didirikan pada tanggal 18 November 1912 dengan berlandaskan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Yang mana kedua tersebut menjadi rujukan untuk memutuskan sebuah hukum. Landasan ideologi Muhammadiyyah adalah Q.S Ali-Imran ayat 104 yang artinya "hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung"[3]. Maksud dari ayat tersebut, yakni perintah untuk bersatu dalam organisasi untuk menyebarkan kebajikan, dan mencegah dari pada yang nahi munkar.
Â
- Organisasi Massa Jam'iyyah Nahdlatul Ulama