Mohon tunggu...
Agung Pratama
Agung Pratama Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Pegiat isu sosial, politik, gender, dan media. netizen barbar tapi kritis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Penggundulan Pelajar" Budaya Penjajahan yang Dilestarikan

19 Maret 2019   11:16 Diperbarui: 19 Maret 2019   11:25 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bangku sekolah, adalah tempat yang sakral bagi generasi bangsa Indonesia, setiap anak menempuh pendidikan wajib selama 12 tahun untuk mendapat klasifikasi pendidikan optimal untuk terjun ke dunia kerja, bahkan tanpa Ijazah SMA seorang pelajar cenderung tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak. Sekolah menjadi tempat yang menyenangkan bagi sebagian besar peserta didik, meskipun sebagian kecil lainnya tidak merasa begitu.

Mengapa demikian? diantaranya mereka berkata, disekolah ada banyak sekali aturan yang harus dipatuhi, dan beberapa aturan tersebut seolah memberatkan, seperti harus mengenakan sepatu berwarna hitam, berambut pendek bagi laki-laki, menguncir rambut bagi perempuan, apalagi SMA yang dipenuhi oleh ABG, berpenampilan seperti umumnya anak sekolahan membuat mereka tampak culun dan jauh dari kata keren. Padahal hakikat dari peraturan sekolah adalah untuk menonjolkan karakter dari peserta didik itu sendiri sebagai pelajar.

Kembali ke pembahasan, pada aturan berambut pendek untuk pelajar laki-laki, tentu saja ini menjadi momok yang menakutkan, jika terdengar akan diadakannya razia rambut maka sontak para pelajar akan kocar-kacir mencari tempat persembunyian untuk menyelamatkan diri dari razia rambut, namun guru juga sebagai tenaga pengajar yang menguasai tingkah laku pelajarnya juga tidak kehabisan cara untuk menegakkan aturan, razia rambut juga kadang kala dilakukan oleh guru yang tengah mengajar jam pelajaran yang sedang berlangsung, dan siswanya dilarang keluar kelas pada saat itu, mengerikan ya? hehehe, ya karena saya juga melaluinya dulu.

Setelah menemukan buku yang disusun oleh O.E. Engelen dkk yang berjudul Lahirnya Satu Bangsa dan Negara yang diterbitkan oleh Universitas Indonesia pada tahun 1997, buku ini menceritakan segala lika-liku mahasiswa kedokteran Pra-proklamasi. saya merasa sedikit tertampar dengan kenyataan sejarah yang tertulis disana pada bab Masa Perang Pasifik 1942-1945, sub bab Penggundulan Mahasiswa. Berikut kutipan-kutipannya :

Hal.24
Hal.24
Hal.24
Hal.24
Hal.25 (dokpri)
Hal.25 (dokpri)
"secara mendadak ruang kuliah dikepung oleh serdadu-serdadu Jepang dengan senjata siap tembak dan sangkur terhunus" bisa dibayangkan bagaimana mengerikannya pasukan Jepang waktu itu memperlakukan Pelajar kita, Antara kemarahan dan ketundukan karena penjajahan, mahasiswa yang mencoba berontak malah terancam jiwanya dengan todongan pistol.

Aksi penentangan penggundulan berlanjut dengan mogok kuliah para mahasiswa, karena merasa tidak sudi dihina dengan cara seperti itu, aksi ini meluas sampai ke Sekolah Menengah Tinggi (SMT) atau SMA sebutannya pada saat ini, mereka para siswa juga menyatakan tidak akan masuk sekolah jika belum diizinkan memelihara rambut, seperti kutipan di halaman selanjutnya berikut ini :

Hal.28 (Dokpri)
Hal.28 (Dokpri)
Ini bukanlah artikel provokatif untuk para pelajar saat ini yang mungkin membaca artikel saya kali ini, tetapi saya hanya ingin menunjukkan bahwa ini juga merupakan kebenaran sejarah. Saya mohon maaf apabila artikel ini bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, tetapi apabila Bapak/Ibu guru yang juga tidak sengaja membaca artikel ini saya harap bisa menjadi pertimbangan untuk lebih berhati-hati dalam menegakkan aturan, terlebih lagi aturan yang diterapkan kepada anak didik yang mulai beranjak dewasa.

Terima kasih, semoga bermanfaat.

Referensi :

Engelen, O.E, dkk. 1997. Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Jakarta : UI Press.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun