Romo Carolus Omi, Sang Penembus Batas
(di muat Salam Damai, Maret 2014)
“Kalau saya datang ke suatu tempat, yang saya pikirkan pertama bukan bagaimana saya membangun kapel atau gereja, tetapi bagaimana saya dapat meningkatkan kesejahteraan si miskin..”(Romo Charles “charlie” Patrick Edward Burrows OMI).
Nama lengkapnya Charles Patrick Edward Burrows, anak ke-4 dari Edward Burrows dan Jane Burrows–lahir pada 8 april 1943 di serville–kota yang tak jauh dari Dublin, Irlandia.
Hobbynyabergaul dengan siapa saja dan tidak tahan berdiam diri. Didikan ayahnya dari kecil membuat Patrick sangat peka terhadap penderitaan sesamanya, lepas dari agama dan golongan apapun.
Pendidikan dasar dan menengah dengan lancar ia lalui, dan di usia 19 tahun ia merasakan “panggilan” dahsyat untuk menjadi seorang imam. Masuk Novisiat OMI lalu selesai tahun 1963. Melanjutkan kuliah di Dublin University dengan jurusan Filsafat Psikologi Logika dan tahun 1966 sukses lulus menjadi seorang sarjana.
Patrick meneruskan kuliah teologinya dan menetap sementara di seminari di daerah Biltown. Di tempat ini jiwa kenakalannya juga muncul, sehingga hampir tiap malam ia meninggalkan seminari dengan cara melompat jendela lalu bersepeda di hutan.
Ada bule “nyasar” ke Indonesia
Tanggal 9 september 1973, Pastor Patrick atau lebih dikenal dengan sebutan Romo Carolus di utus ke Indonesia dan ditempatkan di kota Cilacap, Jawa Tengah. Pembawaan yang ramah membuat ia cepat dikenal masyarakat cilacap. Bila berpapasan dengan penduduk, tak segan ia menyapa dengan kata-kata “apa kabar, bu” ”apa kabar, pak”sambil bersalaman.
Setelah beberapa hari “blusukan”untuk mempelajari tantangan dan potensi daerah tersebut– makareklamasi jalan, jembatan, pertanian, perikanan yang menjadi prioritas utamanya. Kemudiandilanjutkan pendidikan, kesehatan, gerakan-gerakan umat dan kursus-kursus praktis untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Di mana-mana Romo Carolus selalu mengingatkan agar setiap masyarakat hendaknya dapat memberdayakan hidupnya masing-masing dan tidak perlu menunggu bantuan orang lain untuk meringankan bebannya.Bantuan yang diberikan Romo yang suka bercanda ini, tidak ada yang berbentuk dana segar sepertiBLT (bantuan langsung tunai-red) yang menjadi rutinitas pemerintah Indonesia. Misalnya saat pengurukan dan pembuatan jalan kampung, Romo menyediakan makanan berupa bulgur (makanan dengan kandungan gizi cukup banyak) sementara penduduk yang bergotong-royong sendiri mengerjakannya. Dan “cara cerdas” ini berhasil!
Romo Carolus berprinsip bahwa pendidikan adalah dasar utama untuk mengangkat harkat dan martabat suatu masyarakat, untuk itu di bangunnyalah beberapa sekolah-sekolah. Melalui Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) berhasil mendirikan dan mengelola sekitar 5 Tk, 2 SD, 7 SLTP, 2 SMK, SPP, SPMA dan 1 Akademi Maritim Nusantara (AMN) dan sudah mempekerjakan lebih dari 8000 orang yang tersebar di Kabupaten Cilacap, Purwokerto, Klaten dan Provinsi DIY.
Masih ada beberapa bidang yang juga di garap diantaranya: kesehatan, wirausaha, Kelompok Swadaya Wanita (KSW), peternakan dan lainnya. Tentu sangat banyak tantangan dan rintangan yang di hadapi, namun berkat peran serta pemerintah, yayasan, donatur dan tentu saja penduduknya, maka berangsur-angsur semakin baik keadaannya. Setiap mendapat tantangan yang sepertinya sangat berat dan tidak ada jalan keluarnya, Romo Carolus selalu mengatakan “sabarlah, Allah sedang mengaturnya”.
Kedekatan dan toleransinya dengan kaum Muslim inilah yang akhirnya membuat beliau mendapat panggilan istimewa yaitu “kiai Carolus”. Pernah suatu ketika, ternyata jalan yang dibangun menuju rumah ketua FPI. Waktu itu Romo sedang naik mobil, tak lama kemudian banyak motor mengelilinginya. Dilihat dari pakaian dan atributnya ternyata adalah laskar Front Pembela Islam (FPI). Cemas dan penasaran tentu ada, namun dengan tenang Romo berprinsip bahwa ia hanya membantu orang miskin apapun latar belakang dan agamanya. Usut punya usut, ternyata laskar itu juga hendak mengusulkan “Romo, kalau jalan desa ini diperbaiki, mbok jalan kita juga diperbaiki”.
Sampai akhirnya pertengahan tahun 2012, tepatnya hari sabtu 26 mei 2012 setelah melewati proses seleksi yang cukup ketat Romo Carolus Padat Karyono mendapat penghargaan dari Maarif Institute For Culture and Humanity. Yang tak kalah menarik, penghargaan ini adalah penghargaan pertama yang diberikan oleh lembaga di luar Gereja Katolik. Dan seperti dikatakan Syafii Maarif ( pendiri Maarif Institute-red ) ”jarang ditemukan orang seperti ini. Dimensi kemanusiaannya jauh lebih dalam. Seorang FPI saja hormat kepada dia”.
(*) Penulis : Agung Pramudyanto
Pengamat dan Pemerhati Sosial Politik Kemasyarakatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H