Di tengah hiruk-pikuk kota Yogyakarta saat pagi hari, ada pemandangan yang selalu menarik perhatian kawasan sekitar jalan Bumijo. Sebuah antrean rapi memanjang, diisi oleh orang-orang yang sabar menunggu giliran mereka. Di ujung antrean itu, seorang perempuan tua dengan senyum ramah melayani setiap pembeli. Dialah Mbah Satinem, penjual lupis legendaris yang sudah berjualan sejak lebih dari setengah abad silam.
Lupis buatan Mbah Satinem bukan sekadar jajanan pasar biasa. Potongan ketan yang dibungkus daun pisang dan dimasak dengan cara tradisional itu punya tekstur kenyal sempurna yang sulit ditandingi. Disajikan dengan parutan kelapa segar dan gula merah cair yang legit, setiap suapan dari lupis ini membawa sensasi manis gurih yang melekat di lidah. Banyak yang mengatakan, kelezatan lupis Mbah Satinem tak hanya soal rasa, tetapi juga soal kenangan. "Saya membeli lupis ini karna penasaran dengan rasanya dan ternyata setalah saya cicip ternyata emng bener-bener lezat," kata lili, salah satu pelanggan luar jogja.
Usia Mbah Satinem kini sudah lebih dari 80 tahun, tapi semangatnya untuk berjualan tak pernah surut. Setiap hari, sejak subuh, ia sudah bersiap di lapaknya yang sederhana. Dengan cekatan, tangannya yang keriput memotong lupis, menyiramnya dengan gula merah, lalu menaburkan kelapa parut. Keahliannya ini bukan datang begitu saja. "Dulu saya belajar dari ibu saya, semuanya pakai cara lama. Kalau mau enak, harus sabar," ujar Mbah Satinem sambil tersenyum.
Mbah Satinem ini penjualannya di bantu oleh anak dan cucu dari mbah Satinem, yang ia berjualan dari jam 5 pagi sampai kurang lebih jam 8 sudah habis. Mbah satinem tidak hanya jualan lupis tetapi juga jualan peyek dan juga laris terjual semuanya. Sampai-sampai banyak pelanggan yang mau membeli tetapi sudah habis dahulu terjual semua.
Di tengah maraknya jajanan modern, lupis Mbah Satinem menjadi pengingat bahwa tradisi punya daya tarik yang tak lekang oleh waktu. Ia bukan sekadar penjual jajanan, melainkan penjaga warisan kuliner yang sarat makna. Di setiap piring lupis yang disajikan, ada cerita tentang dedikasi, kerja keras, dan kehangatan seorang Mbah Satinem yang telah menembus lintas generasi. Seperti gula merah yang melekat pada lupisnya, kenangan tentang Mbah Satinem akan terus manis di hati para penikmatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H