Mohon tunggu...
agung nugroho
agung nugroho Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seseorang yang berusaha untuk menjadi lebih baik setiap harinya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Mahasiswa Dibanting, Tak cukup Oknum Polisi di Hukum, Kapolres Hingga Kapolri Harus Ikut Tanggung Jawab

25 September 2024   14:57 Diperbarui: 25 September 2024   14:57 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kasus mahasiswa yang dibanting oleh oknum polisi, pendekatan positivisme hukum akan berfokus pada:

  1. Norma Hukum yang Dilanggar:

    • Tindak Pidana: Tindakan membanting mahasiswa secara brutal dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, baik penganiayaan maupun kekerasan.
    • Kode Etik Profesi: Oknum polisi yang melakukan tindakan tersebut jelas telah melanggar kode etik profesi kepolisian.
  2. Tanggung Jawab Hukum:

    • Tanggung Jawab Individual: Oknum polisi yang melakukan tindakan kekerasan secara langsung bertanggung jawab atas perbuatannya dan dapat dijerat dengan sanksi pidana maupun sanksi disiplin.
    • Tanggung Jawab Komando: Meskipun tindakan kekerasan dilakukan oleh individu, pimpinan seperti Kapolres dan Kapolri dapat turut bertanggung jawab secara komando. Jika mereka tidak mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang melanggar hukum, maka dapat dianggap lalai dalam menjalankan tugas.
  3. Proses Hukum:

    • Proses Penegakan Hukum: Kasus ini harus melalui proses hukum yang adil dan transparan. Oknum polisi yang bersalah harus diadili sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
    • Sanksi Hukum: Sanksi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kesalahan dan dapat memberikan efek jera.

Analisis Lebih Lanjut

  • Tanggung Jawab Komando: Positivisme hukum tidak secara eksplisit membahas tanggung jawab komando. Namun, dalam konteks negara hukum, pimpinan suatu lembaga bertanggung jawab atas tindakan bawahannya. Jika pimpinan tidak mengambil tindakan yang tepat, maka dapat dianggap turut bertanggung jawab.
  • Aspek Moralitas: Meskipun positivisme hukum memisahkan hukum dari moralitas, kasus ini juga memunculkan pertanyaan mengenai moralitas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.
  • Reformasi Hukum: Kasus ini dapat menjadi momentum untuk melakukan reformasi di tubuh kepolisian, terutama terkait dengan pengawasan dan penegakan disiplin.

Hukum Positivism yang ada pada kasus ini ialah:

Fokus pada Aturan Hukum yang Dilanggar

  • Tindakan Melawan Hukum: Tindakan membanting mahasiswa jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan penganiayaan.
  • Pelanggaran Kode Etik: Oknum polisi yang melakukan tindakan tersebut telah melanggar kode etik profesi kepolisian. Kode etik ini merupakan bagian dari peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan kepolisian.

Tanggung Jawab Hukum yang Jelas

  • Tanggung Jawab Individual: Oknum polisi yang langsung melakukan tindakan kekerasan secara individu bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Ia akan dikenakan sanksi pidana dan sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
  • Tanggung Jawab Komando: Meskipun tindakan kekerasan dilakukan oleh individu, pimpinan seperti Kapolres dan Kapolri dapat turut bertanggung jawab secara komando. Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa pimpinan bertanggung jawab atas tindakan bawahannya. Jika mereka tidak mengambil tindakan tegas terhadap anggotanya yang melanggar hukum, maka dapat dianggap lalai dalam menjalankan tugas.

Proses Hukum yang Adil dan Transparan

  • Proses Hukum yang Tegas: Kasus ini harus melalui proses hukum yang adil dan transparan. Semua pihak yang terlibat harus diperlakukan sama di hadapan hukum.
  • Sanksi yang Efektif: Sanksi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat kesalahan dan dapat memberikan efek jera, baik terhadap pelaku maupun terhadap anggota kepolisian lainnya.

Implikasi Mazhab Positivisme

  • Hukum Sebagai Instrumen Kontrol: Mazhab positivisme melihat hukum sebagai instrumen yang digunakan negara untuk mengatur perilaku masyarakat. Dalam kasus ini, hukum digunakan untuk menindak pelaku kekerasan dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa depan.
  • Pentingnya Penegakan Hukum: Penegakan hukum yang tegas dan konsisten merupakan kunci untuk menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat.
  • Keterbatasan Positivisme: Meskipun positivisme memberikan kerangka yang jelas dalam menganalisis kasus hukum, namun ia tidak membahas aspek moralitas dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.

Mazhab hukum positivisme berpendapat bahwa aturan main yang berlaku adalah aturan yang sudah tertulis, terlepas dari apakah kita suka atau tidak. Di Indonesia, hukum positivisme sangat dominan. Artinya, hukum yang berlaku adalah hukum yang dibuat oleh pemerintah dan tertulis dalam undang-undang. Ini membuat hukum menjadi lebih jelas dan pasti, tapi kadang-kadang bisa terlalu kaku dan mengabaikan keadilan. Meski begitu, positivisme tetap penting untuk menjaga ketertiban dan keamanan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun