Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Revolusi Kepemimpinan: Mengapa Empati dan Kepercayaan Menjadi Kunci di Era Digital

13 Desember 2024   08:31 Diperbarui: 11 Desember 2024   16:48 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Empati menciptakan koneksi; kepercayaan membangun keberlanjutan.|Foto: Humas BPTD Gorontalo

"Empati dan kepercayaan bukan sekadar strategi kepemimpinan, tetapi jembatan menuju transformasi yang berkelanjutan dan pengaruh yang mendalam."

Di tengah disrupsi teknologi dan dinamika perubahan global, pemimpin masa kini menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks. Tidak lagi cukup hanya memiliki kecakapan teknis atau kemampuan strategis, pemimpin yang hebat harus memahami kebutuhan emosional timnya. Dalam lanskap kerja yang semakin terhubung namun berisiko teralienasi, kepemimpinan berbasis empati dan kepercayaan tidak hanya menjadi pilihan, tetapi kebutuhan mutlak. 

Artikel ini membahas bagaimana keterampilan interpersonal, khususnya empati dan kepercayaan, menjadi pilar utama dalam kepemimpinan visioner. Dengan dukungan riset terkini, analisis mendalam, dan studi kasus dari perusahaan global terkemuka, mari kita telusuri bagaimana dua nilai ini mampu merevolusi cara kita memimpin. 

Empati dan Kepercayaan: Esensi Baru Kepemimpinan 

Mengapa empati dan kepercayaan menjadi begitu penting? Jawabannya terletak pada pergeseran paradigma kepemimpinan. Jika dahulu hierarki dan kontrol menjadi norma, kini pendekatan kolaboratif dan humanis menjadi kunci keberhasilan. 

Menurut penelitian McKinsey & Company (2022), perusahaan yang memprioritaskan empati di tingkat kepemimpinan mencatat peningkatan produktivitas hingga 35%. Sementara itu, studi Gallup (2021) menemukan bahwa 70% variasi dalam tingkat keterlibatan karyawan dipengaruhi oleh kualitas hubungan mereka dengan atasan. Ini menunjukkan bahwa kepemimpinan visioner tidak dapat dipisahkan dari kemampuan untuk memahami dan membangun kepercayaan dengan tim. 

Tren Baru: Teknologi dan Empati dalam Kepemimpinan 

Mungkin terdengar kontradiktif, tetapi teknologi kini menjadi sekutu dalam membangun empati. Artificial Intelligence (AI), misalnya, digunakan untuk menganalisis sentimen karyawan melalui survei otomatis dan memberikan wawasan mendalam tentang kondisi emosional tim. Contoh nyata adalah Microsoft, yang menggunakan machine learning untuk memahami dinamika kerja timnya, sekaligus menyesuaikan pendekatan kepemimpinan agar lebih inklusif dan responsif. 

Di era digital, empati tidak hanya tentang mendengar secara langsung tetapi juga memahami pola perilaku melalui data. Ini adalah revolusi kepemimpinan, di mana teknologi mendukung penguatan hubungan manusia. 

Praktik Terbaik: Belajar dari Para Pemimpin Visioner 

1. Satya Nadella -- Microsoft
Ketika Nadella mengambil alih Microsoft, ia membawa budaya growth mindset yang berfokus pada empati dan pembelajaran. Salah satu langkahnya adalah menghapus budaya kompetisi internal yang toksik, menggantinya dengan kolaborasi lintas tim. Hasilnya, Microsoft kembali menjadi pemimpin pasar yang inovatif. 

2. Ryan Gellert -- Patagonia
Patagonia tidak hanya dikenal karena komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan, tetapi juga kepemimpinan berbasis kepercayaan. Gellert mendorong transparansi penuh dalam pengambilan keputusan, menciptakan rasa kepemilikan bersama yang memperkuat loyalitas timnya. 

3. Sundar Pichai -- Google
Dalam program "Project Aristotle," Google menemukan bahwa tim dengan tingkat kepercayaan tinggi lebih produktif dan inovatif. Pichai memprioritaskan rasa aman psikologis di seluruh organisasi, menciptakan lingkungan kerja di mana setiap orang merasa dihargai. 

Strategi Membangun Kepemimpinan Berbasis Empati dan Kepercayaan 

Bagi pemimpin yang ingin mengadopsi pendekatan ini, berikut adalah strategi yang terbukti efektif: 

1. Latih mendengarkan secara aktif. Jangan hanya mendengar kata-kata, tetapi pahami konteks, motif, dan emosi di baliknya. Pendekatan ini membangun koneksi yang mendalam. 

2. Manfaatkan teknologi dengan bijak. Gunakan alat seperti survei otomatis atau platform manajemen karyawan untuk memahami kebutuhan emosional tim secara kolektif. 

3. Transparansi sebagai fondasi. Sampaikan visi, tantangan, dan peluang organisasi secara terbuka. Hal ini membangun rasa percaya yang kuat di antara tim. 

4. Berikan apresiasi secara konsisten. Jangan sungkan-sungkan dan jangan pelit untuk memberikan pujian dan penghargaan, karena itu tak butuh waktu lama. Pujian satu menit. Percayalah, pengakuan yang tulus atas kontribusi karyawan menciptakan rasa kepemilikan dan motivasi yang lebih besar. 

5. Berani menghadapi konflik dan perbedaan dengan empati. Alih-alih menghindari konflik, atau melihat perbedaan, jadikan momen tersebut sebagai kesempatan untuk memperkuat hubungan melalui solusi yang saling menguntungkan. Lihatlah persamaannya, dan perbesar persamaan itu.

Empati dan Kepercayaan: Warisan Pemimpin Hebat 

Seorang pemimpin visioner bukan hanya tentang mengejar angka-angka keberhasilan, tetapi juga tentang bagaimana ia membangun warisan kepemimpinan yang bermakna. Empati dan kepercayaan adalah fondasi dari warisan tersebut, menciptakan dampak yang melampaui keberhasilan individu dan organisasi. 

Ketika seorang pemimpin memimpin dengan hati, ia tidak hanya menciptakan hasil, tetapi juga membentuk budaya yang menginspirasi dan memberdayakan. 

Seperti yang dikatakan oleh Maya Angelou, "People will forget what you said, people will forget what you did, but people will never forget how you made them feel." Ya, orang-orang akan melupakan apa yang kita katakan atau kita lakukan, tapi orang-orang tidak akan pernah melupakan bagaimana kita membuat mereka merasa. Merasa penting, berarti, membahagiakan, dan mencerahkan mereka.

Akhirnya, mari kita jadikan empati dan kepercayaan sebagai mercusuar yang membimbing kepemimpinan kita menuju kesuksesan yang sejati dan bermakna. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun