Kisah Julaibib mengajarkan bahwa keutamaan manusia di hadapan Allah tidaklah terletak pada harta, rupa, atau keturunan, melainkan pada ketakwaan dan amal shalehnya. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Hujurat ayat 13:
"Sesungguhnya, yang paling mulia di sisi Allah ialah orang paling bertakwa."
Istri Julaibib juga menjadi teladan dalam hal keimanan. Ketika orang tuanya ragu, ia memilih untuk sepenuhnya percaya pada keputusan Rasulullah. Ia telah mengamalkan firman Allah dalam Surat Al-Ahzab ayat 36 yang menegaskan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang mukmin kecuali taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
"Apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, tidaklah pantas bagi laki-laki dan perempuan mukmin untuk membuat pilihan lain..."
Menikah dengan Bidadari: Keindahan Hakiki di Akhirat
Julaibib mungkin tidak menikmati malam pertama di dunia, tetapi ia dijanjikan kebahagiaan abadi. Ia menikah dengan bidadari di surga, simbol cinta dan keindahan yang melampaui dimensi dunia. Dalam pandangan Islam, inilah kebahagiaan sejati---mendapatkan ridha Allah dan menjadi bagian dari kemuliaan yang abadi.
Kisah Julaibib adalah pengingat bagi kita semua bahwa nilai sejati seseorang tidak diukur oleh pandangan manusia, tetapi oleh penilaian Allah. Ia juga mengajarkan bahwa keimanan yang teguh dan ketaatan kepada Allah adalah jalan menuju kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia maupun akhirat.
Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kisah ini dan senantiasa memperbaiki niat serta amal kita untuk meraih keutamaan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H