"Korupsi itu ibarat main api, panasnya menggoda, tapi akhirnya terbakar juga. Hidup berkah itu lebih damai, lebih aman, tanpa jaket oranye!"
Di sebuah negeri nan jauh di sana, hiduplah sekumpulan pejabat yang punya hobi unik: mereka gemar mengumpulkan harta karun, bukan dari kerja keras, melainkan dari "kotak ajaib" bernama kas negara. Mereka percaya, hidup itu pilihan, dan pilihan mereka adalah... korupsi.
Suatu hari, seorang pejabat senior berkata kepada koleganya, "Hidup ini singkat, bro! Kalau mau cepat kaya, ya tinggal 'mainin' dana negara. Soal risiko? Ah, itu belakangan!" Dengan bijak (atau sok bijak), ia menambahkan, "Lagipula, kata orang bijak, mati itu bagian dari hidup. Jadi, kalau mati karena korupsi, ya itu cuma bagian dari perjalanan hidup kita!"
Mendengar itu, koleganya yang sedikit lebih pintar, tapi tidak lebih jujur tersenyum sambil berkata, "Filosofis sekali! Memang benar, bro. Korupsi adalah bagian dari jabatan. Kita cuma ikuti arus. Tapi, hati-hati, kalau arusnya deras, bisa tenggelam cepat - di penjara."
Tak lama setelah perbincangan itu, seorang pejabat junior yang baru ikut-ikutan curi-curi anggaran tiba-tiba cemas. "Tapi, bukankah korupsi itu seperti minum racun? Kita tahu itu bahaya, tapi kenapa banyak yang mau coba?"
Pejabat senior yang bijak tadi pun menjawab dengan santai, "Ah, kamu masih hijau. Justru karena bahaya, itu yang bikin seru! Sensasinya itu lho yang bikin ayik. Ini kayak olahraga ekstrem - korupsi itu olahraga nasional pejabat. Bedanya, kalau kita kena, nggak ada medali, tapi jaket oranye menyala, dan gratis lagi!"
Mereka pun tertawa, seakan-akan korupsi hanyalah permainan yang lucu. Si junior, yang tadinya cemas, ikut-ikutan tertawa. Ia merasa sedikit aman, karena semua korupsinya dilakukan berjamaah ria. "Iya juga, ya! Hidup cuma sekali, kalau bisa nikmatin sekarang, kenapa nunggu? Lagi pula, kalaupun tertangkap, kan cuma nasib buruk. Lagi sial aja. Besok juga keluar, karena ada obral diskon remisi besar-besaran!"
Hari-hari berlalu, dan para pejabat di negeri itu makin beringas mengumpulkan kekayaan. Mereka anggap hidup ini seperti kompetisi influencer, tapi bukan untuk ngejar likes, melainkan ngejar harta. Baik di darat, di laut, di udara, dan bahkan di proses pembuatan undang-undang dengan segala turunan peraturannya. "Generasi muda kumpulin likes, kita kumpulin rumah dan mobil," kata salah satu pejabat bangga. "Bedanya, mereka tampil di Instagram, kita tampil di pengadilan panjang."
Sampai suatu hari, salah satu dari mereka tertangkap tangan. Suasana langsung berubah hening. Satu per satu komplotan petugas partai itu dijeblosin ke jeruji VVIP. Di balik sel tahanan, si pejabat senior tadi termenung. "Bro," katanya kepada koleganya yang duduk di sebelahnya, "ini kayak plot twist film horor, ya. Awalnya meriah, kita pesta harta, tapi ending-nya kaget sendiri lihat hukuman datang. Mari kita balik melakukan pertobatan pada Tuhan, di sisa umur kita yang tak panjang"
Pejabat lain yang lebih muda menjawab dengan lirih, "Ya, ini memang panggung sandiwara, kita cuma aktornya. Tapi kayaknya kita salah pilih naskah, bro. Dari awal kita kira ini drama komedi, tapi ternyata... tragedi. Anak cucu, hingga cicit kita bisa menelusuri liciknya kita di jejak digital yang terpatri."
Mereka pun tertawa kecil, meski kini tak ada lagi harta yang bisa dinikmati. Semua sudah berakhir di balik jeruji besi. Pensiun di balik jeruji sampai mati. "Yah, mau gimana lagi. Mungkin inilah yang disebut mencari mati dengan korupsi," kata si senior, menutup cerita mereka dengan sejumput ironi.