"Kecepatan dan efisiensi bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang kesederhanaan dalam kepemimpinan. Negara yang gemuk dalam kabinet hanya memperlambat langkahnya menuju kemajuan."
Gelombang dan badai PHK dengan dampak yang luar biasa menerpa Indonesia bertubi-tubi hingga kini. Karenanya, guna mengatasi hal itu, pemerintah baru mendatang haruslah bekerja eksra keras.
Karena itu, dalam konteks pemerintahan Indonesia, pembentukan kabinet menjadi salah satu elemen krusial dalam menjalankan roda pemerintahan secara efektif. Banyak pihak berdebat mengenai jumlah ideal kementerian. Pertanyaan pentingnya, apakah kabinet yang gemuk dengan jumlah menteri yang banyak mampu mempercepat kinerja pemerintahan, atau sebaliknya, malah menjadi beban?
Pembentukan Kabinet: Apakah Jumlah Menteri Menentukan Efektivitas?
Penting untuk diakui bahwa jumlah kementerian yang terlalu banyak dapat memicu tantangan besar dalam hal koordinasi dan efektivitas. Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis, Agung Baskoro, melalui risetnya menyatakan bahwa jumlah ideal kementerian berkisar antara 22-24 kementerian. Jumlah ini dianggap cukup untuk mencakup fungsi-fungsi pemerintahan yang vital tanpa membebani proses pengambilan keputusan yang cepat dan efisien.
Di sisi lain, Miftah Thoha, mantan Wakil Menteri PANRB, menekankan pentingnya memperkecil jumlah kementerian hingga sekitar 20 kementerian, dengan penambahan unit kerja di kantor kepresidenan yang memegang lima fungsi penting. Logikanya sederhana: semakin sedikit kementerian, semakin terfokus dan ramping birokrasi, sehingga keputusan dapat diambil lebih cepat tanpa hambatan birokrasi yang berlapis.
Pengalaman dari Kabinet yang Gemuk
Saat ini, Indonesia memiliki 34 kementerian. Bahkan, muncul wacana dari Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), bahwa jumlah kementerian di bawah pemerintahan mendatang bisa bertambah hingga 44. Sekilas, gagasan ini seolah memberikan ruang lebih besar bagi berbagai pihak untuk berkontribusi. Namun, kita perlu mengkaji lebih dalam tentang konsekuensinya terhadap kecepatan dan efisiensi pemerintahan.
Meskipun niatnya baik untuk mencakup berbagai sektor dan mengakomodasi koalisi, kabinet yang "gemuk" justru bisa menciptakan fragmentasi dalam pengambilan kebijakan. Alih-alih sat-set dalam bekerja, kabinet dengan banyak pos justru memperlambat proses karena setiap kementerian harus berkoordinasi dengan kementerian lain yang lebih banyak. Akibatnya, komunikasi internal menjadi kompleks, dan proses pengambilan keputusan memakan waktu lebih lama.
Dampak Terhadap Efisiensi Pemerintahan