Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Kleptokrasi di Negeri Ajaib yang Korup

13 September 2024   08:47 Diperbarui: 13 September 2024   08:47 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Korupsi itu kayak game perlombaan meme anti-korupsi level tinggi, tapi sayangnya, yang menang cuma segelintir orang.| Foto: JP/Nedi Putra AW

"Korupsi itu seperti penyakit menular, tapi kebajikan itu vaksinnya. Jadi, yuk sama-sama jadi agen vaksin untuk negeri ini!"

Di sebuah negeri bernama Gondok, demokrasi hanyalah topeng mewah yang dipakai para elit untuk menyembunyikan wajah aslinya: oligarki. Di sini, keadilan adalah komoditas mahal yang hanya bisa dibeli dengan uang. Rakyat bagaikan penonton dalam sebuah pertunjukan boneka, di mana para dalang sibuk menarik benang-benang kekuasaan.

Negeri Gondok bagaikan kapal pesiar mewah yang sedang tenggelam. Para penumpang kelas satu, para elit, sibuk berebut kursi di dek atas, membawa tas ransel berisi harta karun yang mereka rampas dari rakyat. Sementara itu, para penumpang kelas bawah meringkuk di lambung kapal, berjuang melawan banjir korupsi yang semakin menggenang.

Korupsi di negeri Gondok sudah seperti virus ganas. Semakin lama semakin menyebar, menjangkiti semua lapisan masyarakat, dari pejabat tinggi hingga bendahara RT di desa-desa. Vaksin untuk penyakit ini adalah integritas, tapi sayangnya obat mujarab itu sudah lama habis di pasaran.

"Apa bedanya pemimpin dengan maling?" tanya seorang warga Gondok pada temannya. "Kalau maling ketahuan malu, kalau pemimpin ketahuan malah promosi jabatan, atau jadi tim pemenangan calon pimpinan." jawab temannya sambil tertawa getir.

Baca juga: Negeri di Atas Awan

"Kapan terakhir kita melihat pemimpin yang benar-benar bekerja untuk rakyat?" tanya warga lainnya. "Sepertinya sudah lama sekali," jawab yang lain seraya menggelengkan kepala.

Di negeri Gondok, menjadi pejabat itu seperti main game level tinggi. Yang penting bisa nge-cheat dan nge-hack sistem. Korupsi sudah menjadi tren, bahkan dianggap sebagai gaya hidup. Yang tidak ikut korupsi malah dianggap ketinggalan zaman.

Jared Diamond, seorang ahli sejarah, pernah bilang kalau geografis itu penting. Tapi di negeri Gondok, yang paling penting itu geografis dompetnya. Dulu, kita diajarin kalau pahlawan itu rela berkorban untuk negara. Sekarang, pahlawan itu yang paling jago ngumpulin harta.

"Jared Diamond bilang, senjata, kuman, dan baja itu penting," kata seorang guru sejarah pada murid-muridnya. "Tapi di negeri ini, yang lebih penting itu senjata untuk melindungi harta, kuman korupsi yang menyebar, dan baja brankas untuk menyimpan uang hasil jarahan."

Kleptokrasi, penyakit kronis yang menjangkiti negeri Gondok, sudah sulit disembuhkan. Seperti kanker yang sudah menyebar ke seluruh tubuh, operasi besar pun belum tentu bisa menyembuhkannya.
Dan begitulah kehidupan di negeri Gondok, sebuah negeri di mana kekuasaan dan uang adalah segalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun