Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Evaluasi DPR Vs MK: Lelucon Politik atau Kritik Reflektif ?

31 Agustus 2024   21:13 Diperbarui: 31 Agustus 2024   21:15 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Evaluasi atau drama? Dalam politik, sering kali bedanya hanya seberapa serius kita melihat sandiwaranya.|Foto: wallpaper.com

"Ketika demokrasi diuji di atas meja bedah, jangan hanya melihat siapa yang memegang pisau, tapi tanyakan juga niatnya: memperbaiki atau mempermainkan?"

Di suatu hari yang penuh kejutan, berita terhangat datang dari gedung parlemen. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk mengevaluasi Mahkamah Konstitusi (MK). Topik ini langsung menjadi bahan obrolan di warung kopi, kampus, dan bahkan di grup-grup WhatsApp alumni dan keluarga.

Bayangkan demokrasi seperti pasien di atas meja bedah. Tapi kali ini, yang memegang pisau bukanlah ahli bedah berpengalaman. Yang pegang pisau malah seorang pemula yang baru saja belajar memotong roti di acara memasak Minggu pagi. "Siapa yang lebih pantas?" tanya seorang bapak di pojok warung, "Sang ahli bedah, atau yang baru belajar potong roti?" Semua terdiam, lalu tertawa. Ironi memang kadang tak perlu dijelaskan panjang lebar.

Lanjut, salah satu pemuda sok tahu menyambung, "Evaluasi itu kayak cermin. Ada yang jujur melihat wajah, ada juga yang sibuk mengagumi topengnya." Semua tertawa lagi. Memang benar, ada kalanya yang dievaluasi adalah yang tampak di permukaan, bukan yang sebenarnya. Di situ kadang kita merasa sedih. Atau lucu. Tergantung selera.

Seorang kakek tua di ujung warung mulai bicara dengan bijak. "Kalau seekor serigala diminta menilai kinerja gembala, siapa sebenarnya yang sedang diaudit? Gembalanya, atau niat si serigala?" Semua mengangguk. Perumpamaan ini sungguh pas. Kadang yang mengawasi adalah yang paling perlu diawasi.

Tiba-tiba, seorang pelajar SMA yang duduk di pojok ikut nimbrung, "Evaluasi DPR terhadap MK ini ibarat murid nakal yang disuruh menilai buku tata tertib sekolah. Eh, bukunya mau diperiksa atau malah dibakar?" Semua tertawa terbahak-bahak. Ah, celoteh anak muda memang selalu segar dan mengena.

"Kalau evaluasi ini benar untuk perbaikan," lanjut seorang ibu rumah tangga, "Mengapa rasanya seperti menata ulang kursi di atas kapal Titanic yang sedang tenggelam?" Semua terdiam sejenak, lalu terbahak lagi. Humor memang paling enak bila disajikan dengan sedikit kenyataan pahit.

Seorang pemuda dengan gaya funky dan kaos band metal kemudian menimpali, "Apakah mungkin demokrasi jadi lebih kuat kalau penjaganya terus menerus diinterogasi oleh pemain sirkus politik?" Pertanyaan ini membuat beberapa orang merenung, lalu tertawa geli. Ada benarnya juga, pikir mereka. Evaluasi ini seperti mengganti filter Instagram: terlihat berbeda di luar, tapi isinya ya tetap itu-itu saja.

Seorang ibu-ibu penggemar media sosial tidak mau kalah. "Di era digital ini, seharusnya semua evaluasi terekam live streaming, biar rakyat tahu siapa yang betul kerja dan siapa yang hanya buat konten." Semua mengangguk setuju. Pasti bakal lebih seru kalau bisa dilihat langsung.

"Dan dalam dunia politik, harapan kita ini ibarat WiFi gratis: kadang cepat terkoneksi, seringkali lemot, atau malah tidak ada sinyal sama sekali," sambung seorang bapak yang hobi main gadget. Semua tertawa lepas. Ah, betapa benar dan lucunya kenyataan ini.

Terakhir, seorang chef wannabe di warung itu menutup dengan bijak, "Kalau evaluasi MK ini seperti kompetisi memasak, pertanyaannya adalah: siapa yang bawa resep dan siapa yang sibuk mengaduk drama?" Semua kembali tertawa. Benar-benar lucu, pikir mereka. Dan begitulah evaluasi DPR terhadap MK berakhir sebagai salah satu topik humor terbaik hari itu.

Dan cerita ini pun selesai di tengah gelak tawa dan senyuman. Karena pada akhirnya, humor yang baik bukan hanya menghibur, tapi juga menyentil dan mengajak kita semua untuk berpikir lebih kritis dan reflektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun