Dalam lembayung pagi yang syahdu, angin sepoi-sepoi menyusup lembut melalui jendela sekolah. Di luar sana, gemericik suara burung menyanyikan simfoni alam yang menyegarkan jiwa. Di sinilah, di sebuah sekolah kecil yang penuh kenangan, kisah indah ini dimulai. Sebuah kisah tentang cinta, pengabdian, dan penghormatan kepada seorang guru tercinta yang segera mengakhiri masa baktinya.
Pagi ini, saya menerima pesan singkat dari seorang sahabat yang juga seorang guru pembelajar senior. Bersama pesan itu, ia mengirimkan beberapa foto sekolah yang saya minta untuk digunakan sebagai ilustrasi sebuah artikel. Di balik pesan itu, ada kisah yang menyentuh hati, kisah yang layak untuk dibagikan kepada dunia.
Beliau menyampaikan, "Senin kemarin ada momen mengharukan..." Penasaran, saya bertanya, "Oh ya, apa itu?"
Dengan penuh kehangatan, beliau menceritakan, "Senin kemarin adalah hari terakhir saya mengajar di kelas X-9. Baru empat kali pertemuan, namun saya harus pamit karena pekan depan sudah purna tugas. Saya menyampaikan salam perpisahan dan beberapa pesan kepada siswa-siswi.
Tak disangka, beberapa siswi perempuan menangis. Setelah keluar kelas, saat baru setengah perjalanan di koridor sekolah, tiba-tiba ada tiga orang siswi berlari menghampiri... masing-masing membawa roti bekal makan siang mereka. Sambil menitikkan air mata, mereka berkata, 'Ibu, hanya ini yang bisa kami berikan buat Ibu...'"
Di atas bungkus roti, ada tulisan-tulisan yang begitu menyentuh, membuat siapa saja yang membacanya merasakan getaran cinta yang tulus dari hati seorang murid kepada gurunya. Tulisan itu seakan menggambarkan betapa besarnya pengaruh seorang guru meski hanya sebentar mereka bersama.
Roti Pertama: Kasih Sayang yang Tulus
Roti pertama adalah roti sederhana yang di atasnya tertulis pesan penuh cinta: "Untuk Ibu Siti, Terima kasih banyak atas ilmunya selama ini. Silvi yakin ilmu yang Ibu berikan akan bermanfaat buat Silvi dan kawan-kawan . Walau sedih karena harus berpisah, Silvi akan tetap mendoakan Ibu agar Ibu sehat dan bahagia selalu."
Pesan ini tidak hanya menggambarkan rasa terima kasih yang tulus dari seorang murid, tetapi juga harapan dan doa yang mereka panjatkan untuk sang guru. Sebuah ungkapan sederhana namun penuh makna, mencerminkan betapa besar rasa hormat dan cinta seorang murid terhadap gurunya.
Roti Kedua: Cinta dalam Setiap Ajaran
Roti kedua, berisi zupper creamy sweet, bertuliskan: "Terima kasih Bu Siti, atas semua ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan di pelajaran Kimia. I love you, Bu Siti..."
Ada kehangatan yang luar biasa dalam kata-kata ini. Tidak sekadar menyampaikan terima kasih, namun lebih dari itu, mereka menyatakan rasa cinta yang mendalam kepada sosok guru yang telah membimbing mereka. Ini adalah bukti nyata bahwa cinta dan keikhlasan seorang guru dalam mengajar dapat menyentuh hati setiap murid.
Roti Ketiga: Pesan Abadi
Pada roti ketiga, terungkaplah sebuah pesan yang lebih mendalam: "Terima kasih telah menjadi orang yang sangat penting dalam pendidikan saya dan telah mengajarkan saya banyak hal. Saya tidak akan pernah melupakan Anda! Selamat atas masa pensiun Ibu. Love untuk Ibu Nur."
Di dalam kata-kata ini, tergambar betapa besar peran seorang guru dalam membentuk karakter dan masa depan seorang murid. Setiap ajaran, nasihat, dan bimbingan yang diberikan, meski dalam waktu yang singkat, mampu menciptakan kesan yang mendalam dan abadi dalam hati seorang murid.
Ketiga roti ini adalah simbol keindahan dan kekuatan pengaruh seorang guru. Dalam kesederhanaannya, mereka menyimpan makna yang begitu besar. Apresiasi mereka bukan sekadar roti, tetapi adalah bentuk penghargaan yang tulus dari seorang murid kepada gurunya, sebuah hadiah yang berasal dari hati yang paling dalam.
Penutup: Guru, Cahaya dalam Kehidupan
Membaca kisah ini, hati saya terasa hangat dan mata saya mulai berkaca-kaca. Betapa indahnya keindahan hati yang tulus ikhlas. Ya, hati hanya bisa disentuh dengan hati. Seorang guru, dengan segala ketulusan dan pengabdiannya, mampu menanamkan benih-benih kebaikan dan cinta dalam hati setiap murid. Benih-benih ini akan tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan memberikan manfaat sepanjang hayat.
Guru adalah pelita dalam gelap, pemandu jalan dalam kebingungan, dan sahabat dalam kesulitan. Mereka adalah sosok yang senantiasa hadir dengan cinta, kesabaran, dan pengorbanan yang tiada henti. Kisah tiga roti ini adalah bukti nyata betapa besar cinta dan pengaruh seorang guru dalam kehidupan seorang murid.
Mari kita hargai dan cintai guru-guru kita, sebagaimana mereka mencintai kita. Karena di balik setiap murid yang berhasil, ada seorang guru yang tulus mengabdi dengan sepenuh hati.
Note:
Artikel ini bukan hanya tentang kenangan manis yang tertinggal di sebuah sekolah, tetapi juga sebuah panggilan bagi kita semua untuk lebih menghargai dan mencintai para guru yang telah menjadi cahaya dalam kehidupan kita. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk selalu menebar kebaikan, menghargai pengabdian, dan memuliakan ilmu dengan penuh cinta dan penghormatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H