Sejauh pengalaman selama ini, dalam dunia kepenulisan, ada sebuah dilema yang kerap menghantui para penulis. Haruskah kita menulis untuk memperoleh pengakuan dan pujian dari orang lain, atau sebaliknya, fokus sepenuhnya pada kualitas karya yang kita hasilkan? Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah tantangan nyata yang menentukan arah dan kualitas dari setiap tulisan yang kita buat.
Sebagai seorang yang punya hobi menulis, saya telah melihat banyak penulis, baik pemula maupun yang sudah mapan, terjebak dalam perangkap pencarian pengakuan. Mereka berharap pujian, ulasan positif, atau bahkan sekadar "like" di media sosial sebagai tanda bahwa karya mereka dihargai. Namun, apa yang sering terlupakan adalah bahwa penerimaan publik adalah sesuatu yang sangat fluktuatif, tidak pasti, dan terkadang tidak adil. Ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, kecewa menjadi tak terelakkan.
Karya yang Berkualitas Adalah Magnet Pengakuan
Mari kita kembali pada esensi dari menulis: menyampaikan gagasan, cerita, atau pengetahuan dengan cara yang bisa menginspirasi, mengedukasi, atau bahkan menghibur pembaca. Kualitas karya adalah fondasi yang akan membuat tulisan kita bertahan lama, dihargai, dan diingat oleh pembaca.Â
Ketika kita fokus pada kualitas, kita memberikan yang terbaik dari diri kita dalam setiap kata yang tertulis. Juga dalam setiap ide yang diungkapkan, tanpa dibebani oleh ekspektasi penerimaan atau pengakuan dari orang lain.
Kita perlu memahami bahwa pengakuan sejati datang dari mereka yang benar-benar mendapat manfaat dari karya kita. Mereka yang tersentuh oleh tulisan kita akan memberikan apresiasi yang tulus. Bukan karena kita memintanya, tetapi karena karya kita memang layak mendapatkannya. Dalam hal ini, pengakuan menjadi efek samping dari karya yang berkualitas, bukan tujuan utama.
Penerimaan yang Sejati Berasal dari Dalam Diri
Menggantungkan diri pada pengakuan dari luar adalah jalan menuju kekecewaan. Pujian dan pengakuan dari manusia adalah sesuatu yang sementara dan sering kali dangkal. Hari ini mereka memuji, besok mungkin mereka mengkritik. Namun, ketika kita menulis dengan tulus dan fokus pada kualitas, kita sudah memperoleh sesuatu yang jauh lebih berharga: penerimaan dari dalam diri sendiri.
Penerimaan ini adalah perasaan puas karena kita telah memberikan yang terbaik. Ini adalah kepuasan batin karena kita tahu bahwa tulisan kita lahir dari ketulusan, kerja keras, dan dedikasi terhadap seni menulis itu sendiri.
Lupakan jumlah view, komentar, poin, like & share. Selalu ingatlah bahwa karya yang berkualitas adalah pengakuan terbaik. Fokuslah pada kualitas, bukan pujian.
Dengan demikian, kita tidak lagi bergantung pada penilaian orang lain, karena kita tahu bahwa nilai sejati dari karya kita bukan ditentukan oleh seberapa banyak pujian yang kita terima, tetapi oleh dampak yang dihasilkannya pada pembaca.
Transisi dari Ekspektasi Eksternal ke Dedikasi pada Karya
Bagaimana kita bisa beralih dari ekspektasi terhadap penerimaan manusia ke dedikasi penuh pada karya? Pertama-tama, kita harus menanamkan dalam pikiran kita bahwa pengakuan sejati bukanlah tujuan, melainkan hasil dari upaya kita yang tulus dalam menciptakan sesuatu yang bernilai.