Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Pengakuan atau Karya? Pilihan yang Menentukan Masa Depan Penulis

7 September 2024   06:07 Diperbarui: 7 September 2024   06:11 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Godaan penulis itu ada diantara karya dan pengakuan, juga antara kualitas dan pujian. | Foto: https://subject2change.ai/

Sejauh pengalaman selama ini, dalam dunia kepenulisan, ada sebuah dilema yang kerap menghantui para penulis. Haruskah kita menulis untuk memperoleh pengakuan dan pujian dari orang lain, atau sebaliknya, fokus sepenuhnya pada kualitas karya yang kita hasilkan? Pertanyaan ini bukan sekadar retorika, melainkan sebuah tantangan nyata yang menentukan arah dan kualitas dari setiap tulisan yang kita buat.

Sebagai seorang yang punya hobi menulis, saya telah melihat banyak penulis, baik pemula maupun yang sudah mapan, terjebak dalam perangkap pencarian pengakuan. Mereka berharap pujian, ulasan positif, atau bahkan sekadar "like" di media sosial sebagai tanda bahwa karya mereka dihargai. Namun, apa yang sering terlupakan adalah bahwa penerimaan publik adalah sesuatu yang sangat fluktuatif, tidak pasti, dan terkadang tidak adil. Ketika harapan tersebut tidak terpenuhi, kecewa menjadi tak terelakkan.

Karya yang Berkualitas Adalah Magnet Pengakuan

Mari kita kembali pada esensi dari menulis: menyampaikan gagasan, cerita, atau pengetahuan dengan cara yang bisa menginspirasi, mengedukasi, atau bahkan menghibur pembaca. Kualitas karya adalah fondasi yang akan membuat tulisan kita bertahan lama, dihargai, dan diingat oleh pembaca. 

Ketika kita fokus pada kualitas, kita memberikan yang terbaik dari diri kita dalam setiap kata yang tertulis. Juga dalam setiap ide yang diungkapkan, tanpa dibebani oleh ekspektasi penerimaan atau pengakuan dari orang lain.

Kita perlu memahami bahwa pengakuan sejati datang dari mereka yang benar-benar mendapat manfaat dari karya kita. Mereka yang tersentuh oleh tulisan kita akan memberikan apresiasi yang tulus. Bukan karena kita memintanya, tetapi karena karya kita memang layak mendapatkannya. Dalam hal ini, pengakuan menjadi efek samping dari karya yang berkualitas, bukan tujuan utama.

Penerimaan yang Sejati Berasal dari Dalam Diri

Menggantungkan diri pada pengakuan dari luar adalah jalan menuju kekecewaan. Pujian dan pengakuan dari manusia adalah sesuatu yang sementara dan sering kali dangkal. Hari ini mereka memuji, besok mungkin mereka mengkritik. Namun, ketika kita menulis dengan tulus dan fokus pada kualitas, kita sudah memperoleh sesuatu yang jauh lebih berharga: penerimaan dari dalam diri sendiri.

Penerimaan ini adalah perasaan puas karena kita telah memberikan yang terbaik. Ini adalah kepuasan batin karena kita tahu bahwa tulisan kita lahir dari ketulusan, kerja keras, dan dedikasi terhadap seni menulis itu sendiri.

Lupakan jumlah view, komentar, poin, like & share. Selalu ingatlah bahwa karya yang berkualitas adalah pengakuan terbaik. Fokuslah pada kualitas, bukan pujian.

Dengan demikian, kita tidak lagi bergantung pada penilaian orang lain, karena kita tahu bahwa nilai sejati dari karya kita bukan ditentukan oleh seberapa banyak pujian yang kita terima, tetapi oleh dampak yang dihasilkannya pada pembaca.

Transisi dari Ekspektasi Eksternal ke Dedikasi pada Karya

Bagaimana kita bisa beralih dari ekspektasi terhadap penerimaan manusia ke dedikasi penuh pada karya? Pertama-tama, kita harus menanamkan dalam pikiran kita bahwa pengakuan sejati bukanlah tujuan, melainkan hasil dari upaya kita yang tulus dalam menciptakan sesuatu yang bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun