"Amal yang tersembunyi dalam keheningan, menjadi cahaya yang menerangi jalan menuju ridha Allah, tanpa perlu diakui oleh mata manusia."
Malam kian larut. Dalam sunyi yang penuh kesadaran, seorang mukmin sejati menyadari betapa rapuhnya niat yang terpendam dalam dada. Niat yang seharusnya murni untuk Allah, dapat dengan mudah ternoda oleh bisikan halus syaitan, membelokkan keikhlasan menjadi riya' atau sum'ah. Maka, saudaraku, sembunyikanlah amalmu, seperti engkau menyembunyikan dosa-dosamu.
Betapa banyak kisah dari para pendahulu kita yang menunjukkan betapa pentingnya menjaga niat. Dalam sebuah riwayat, Abdullah bin 'Amru pernah menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Barangsiapa yang memperdengarkan amalnya kepada manusia, niscaya Allah akan perdengarkan amal tersebut kepada makhluk-Nya yang dapat mendengar. Dan Allah pun akan merendahkan dan meremehkannya." Mendengar itu, air mata 'Abdullah bin 'Umar pun tumpah. Ia pun menangis.
Sejarah mencatat bagaimana Nu'aim bin Hammad pernah mengisahkan Ibnul Mubarak yang mengagumi sosok Imam Malik. Bukan karena ia dikenal rajin dalam shalat dan puasa, melainkan karena banyaknya amal yang ia sembunyikan dari pandangan manusia. Sesungguhnya, amal yang tersembunyi inilah yang menjadi saksi keikhlasan seorang hamba di hadapan Tuhannya.
Lebih jauh, kita mengenal Imam Ahmad bin Hambal, seorang ulama besar yang tidak pernah menyebutkan kebaikan yang ia lakukan selama 50 tahun kepada sahabatnya, Yahya bin Ma'in. Ia, yang begitu dikenal di dunia, memilih untuk menyimpan amalnya hanya untuk dinilai oleh Allah, Sang Pencipta. Kisah ini seakan mengingatkan kita, bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang di mata manusia, semakin ia harus waspada terhadap niat yang tersemat dalam setiap amalnya.
Sebagai pelengkap, mari kita ingat kisah Imam al-Mawardi yang hidup dalam kesunyian ilmunya. Tidak ada satu pun karyanya yang dikeluarkan semasa hidup, karena ia takut amalnya ternoda oleh riya'. Bahkan, di ambang sakaratul mautnya, ia memberikan tanda kepada sahabatnya untuk membuang seluruh karyanya ke sungai Dajlah jika amalnya tidak diterima.
Namun, ketika ia meninggal dengan tangan yang terbuka, sahabatnya tahu bahwa niatnya telah diterima Allah, sehingga karyanya pun disebarkan dan menjadi manfaat bagi umat.
Para imam besar seperti mereka telah menunjukkan kepada kita betapa berbahayanya riya' dan sum'ah. Amal yang tampak di hadapan manusia sering kali menjadi celah bagi syaitan untuk merusak niat yang semula ikhlas. Lalu, bagaimana dengan kita yang masih belajar dan berusaha mengamalkan Islam dengan sempurna? Apakah kita yakin mampu menjaga niat ketika amal-amal kita diketahui oleh orang lain?
Dalam Al-Qur'an, Allah juga menekankan pentingnya menyembunyikan amal dan melakukannya dengan ikhlas. Dalam Surah Al-Baqarah (2): 271, Allah berfirman bahwa menyembunyikan sedekah dan memberikannya kepada orang fakir lebih baik dan dapat menghapus sebagian kesalahan kita. Surah Al-Baqarah (2): 265 menggambarkan perumpamaan orang yang beramal karena mengharap ridha Allah, yang hasilnya berlipat ganda.
Demikian pula, dalam Surah Al-Insan (76): 9 disebutkan bahwa memberi dengan ikhlas tanpa mengharapkan balasan dari manusia adalah tanda ketulusan hati. Dan dalam Surah Al-Lail (92): 19-21, Allah menjelaskan bahwa amal yang dilakukan semata-mata untuk mencari ridha-Nya akan mendatangkan kebahagiaan sempurna di akhirat.
Saudaraku, orang yang ikhlas adalah ia yang menyembunyikan kebaikan seperti ia menyembunyikan keburukannya. Jangan biarkan bisikan riya' merayap dalam hatimu ketika orang lain mulai mengetahui amal-amalmu. Ingatlah bahwa pahala sejati adalah pahala yang Allah berikan secara rahasia, ketika niatmu hanya untuk-Nya, dan bukan untuk dipandang oleh mata manusia.