Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penulis, Yuk Sadarilah Godaan-Godaan Ini

8 Agustus 2024   21:07 Diperbarui: 8 Agustus 2024   21:30 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap godaan dalam menulis adalah batu loncatan menuju karya yang lebih baik dan besar. | Foto: simplilearn.com

"Menulis adalah perjalanan menaklukkan diri sendiri - mengatasi keraguan, menepis ketakutan, dan terus berjuang hingga setiap kata menemukan maknanya."

Sebagai seorang penulis, perjalanan menuju kesuksesan literer sering kali dibumbui dengan tantangan dan godaan yang bisa menggoyahkan komitmen. Dalam proses kreatif yang panjang ini, godaan-godaan tersebut tidak hanya datang dari luar, tetapi juga dari dalam diri sendiri. Untuk menjadi seorang penulis yang berhasil, sangat penting untuk menyadari dan memahami godaan-godaan ini, agar dapat mengatasinya dengan bijaksana.

Godaan dari Dalam Diri

1. Keraguan diri.
   Setiap penulis pernah merasakan keraguan terhadap karyanya. "Apakah ini cukup baik?", "Apakah pembaca akan menyukainya?", "Apakah saya benar-benar memiliki bakat menulis?" adalah pertanyaan yang kerap menghantui. Namun, ketakutan ini bisa menjadi musuh terbesar jika tidak segera diatasi. Keyakinan diri adalah kunci untuk melangkah maju, dan mengingat bahwa setiap penulis besar pernah mengalami penolakan adalah sebuah penghiburan yang ampuh.

2. Prokrastinasi.
   Godaan untuk menunda menulis adalah salah satu hal yang paling sering mengganggu produktivitas penulis. Mengalihkan perhatian ke aktivitas yang lebih menyenangkan atau kurang menantang sering kali terlihat lebih menarik. Namun, menunda pekerjaan hanya akan memperpanjang proses penyelesaian karya. Disiplin dalam menulis, meskipun hanya beberapa paragraf setiap hari, bisa membuat perbedaan besar.

3. Perfeksionisme.
   Berusaha menghasilkan karya yang sempurna adalah hal yang baik, tetapi ketika hal itu menghambat proses penyelesaian, perfeksionisme menjadi sebuah jebakan. Terlalu fokus pada detail kecil sering kali membuat penulis sulit untuk menyelesaikan karyanya. Ingatlah bahwa tidak ada karya yang sempurna; yang terbaik adalah menyelesaikan dan kemudian memperbaikinya.

4. Kehilangan inspirasi.
   Ketika ide-ide tampak kering dan inspirasi mulai memudar, seorang penulis bisa merasa kehilangan arah. Namun, inspirasi tidak selalu datang secara tiba-tiba. Menjaga rutinitas menulis, membaca, dan terus berinteraksi dengan dunia di sekitar bisa menjadi sumber ide yang tidak pernah habis.

5. Ingin terkenal secara instan.
   Dalam era digital, godaan untuk mengejar popularitas melalui jumlah view, like, dan share adalah nyata. Namun, menulis demi ketenaran bisa mengurangi kualitas dan kedalaman karya. Fokuslah pada nilai dan pesan yang ingin disampaikan, juga kebermaknaan, bukan sekadar angka-angka di media sosial.

6. Merasa lebih tahu.
   Setelah menulis beberapa karya, ada kecenderungan untuk merasa lebih pintar atau lebih tahu. Hal ini bisa menghambat proses belajar dan pengembangan diri sebagai penulis. Tetap rendah hati dan terus belajar dari pengalaman serta dari penulis lain adalah cara terbaik untuk tetap tumbuh.

7. Berpuas diri dengan pencapaian sebelumnya.
   Ketika beberapa karya telah mencapai kesuksesan, ada godaan untuk berhenti berusaha lebih keras. Namun, keberhasilan sebelumnya tidak boleh menjadi alasan untuk berpuas diri. Setiap karya baru harus dilihat sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan memberikan kontribusi yang lebih besar.

8. Takut gagal.
   Ketakutan akan kegagalan sering kali membuat seorang penulis ragu untuk memulai atau menyelesaikan karyanya. Namun, kegagalan adalah bagian dari proses belajar. Yang terpenting adalah bangkit kembali dan terus mencoba hingga berhasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun