"Ketika informasi palsu menyebar, kita harus menjadi benteng kebenaran. Dengan literasi dan kesadaran, kita bisa mencegah kerusuhan dan menciptakan harmoni."
Inggris, sebagai negara modern dengan sejarah panjang dalam demokrasi dan kebebasan berbicara, ironisnya sering menjadi korban dari penyebaran hoaks yang berujung pada kerusuhan.
Insiden terbaru pada awal Agustus 2024, di mana kerusuhan besar pecah akibat hoaks yang mengaitkan pembunuhan di Southport dengan seorang imigran Muslim, menyoroti masalah ini dengan sangat tajam.
Mari kita telusuri mengapa hal ini terjadi dan apa implikasinya bagi masyarakat modern.
Penyebaran Informasi Palsu: Media Sosial sebagai Penyulut Utama
Media sosial, dengan kecepatannya dalam menyebarkan informasi, sering kali menjadi media yang tidak memeriksa kebenaran informasi terlebih dahulu.
Dalam kasus ini, berita palsu mengenai tersangka pembunuhan yang konon adalah seorang imigran Muslim radikal dengan cepat menyebar luas, memicu kemarahan dan ketakutan di kalangan masyarakat. Ketergantungan pada informasi dari media sosial tanpa verifikasi yang memadai menciptakan kondisi ideal bagi penyebaran hoaks.
Akibat lebih jauh, kerusuhan anti-muslim yang pecah di Inggris arena informasi hoaks ini, dinilai sebagai kerusuhan termasif dalam 13 tahun terakhir. Protes oleh demonstran anti-imigran dan anti-muslim yang berlanjut dan tidak terkendali berubah menjadi kekerasan, pembakaran, dan penjarahan.
Faktor Emosi dan Sentimen: Bahan Bakar Kerusuhan
Informasi palsu sering disajikan dengan cara yang memancing emosi kuat seperti rasa takut, marah, dan kebencian. Dalam konteks Inggris, isu imigrasi dan radikalisme agama merupakan topik sensitif yang mudah memicu reaksi keras.