Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Memahami Hati: yang Benar Itu Sebagai Kaca atau Air?

3 Agustus 2024   11:04 Diperbarui: 3 Agustus 2024   11:12 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hati yang adaptif tak hanya bertahan, tapi tumbuh dan berkembang meski dalam kesulitan. | Image: thelifeadventure.co

Dalam konteks ajaran agama, konsep ini juga relevan dengan sikap tawakal, yaitu berserah diri kepada Allah dan sabar. Hati yang kuat tidak berarti bahwa seseorang tidak mengalami kesedihan, tetapi lebih kepada bagaimana mereka mengelola dan mengatasi kesedihan tersebut dengan sikap positif dan penuh kepercayaan kepada Allah.

Fleksibilitas emosional yang digambarkan sebagai air mencerminkan kemampuan untuk tetap tenang dan adaptif dalam menghadapi berbagai situasi hidup.

Kesimpulan: Mengintegrasikan Kedua Pandangan

Kedua metafora ini-hati sebagai kaca, dan hati sebagai air-tidak saling bertentangan, melainkan menawarkan perspektif yang saling melengkapi. Hati yang diibaratkan sebagai kaca menunjukkan kerentanan emosional dan dampak dari luka yang sulit dihilangkan sepenuhnya.

Sebaliknya, hati yang diibaratkan sebagai air menekankan kekuatan dan fleksibilitas dalam menghadapi tantangan.

Dalam menghadapi luka emosional, penting untuk memahami bahwa proses pemulihan tidak selalu mudah. Memaafkan dan belajar dari pengalaman buruk adalah bagian dari perjalanan tersebut, sementara ketahanan dan fleksibilitas emosional membantu kita untuk beradaptasi dan terus maju. Dalam ajaran agama dan psikologi positif, keduanya merupakan aspek penting dari kesehatan mental dan spiritual yang baik.

Dengan memahami kedua perspektif ini, kita dapat lebih baik mengelola perasaan kita, memaafkan diri dan orang lain, serta mengembangkan ketahanan emosional yang memungkinkan kita untuk menghadapi tantangan hidup dengan cara yang sehat dan produktif.

Terakhir, ada pesan menarik yang bisa kita pakai untuk kesehatan mental kita:

"Kalau kita salah: akui - terima - perbaiki. Sebaliknya, kalau orang lain salah: maafkan - lupakan - jalan terus."

Jadi, mana sikap terbaik yang akan kita gunakan: hati seperti kaca, hati seperti air, atau keduanya ?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun