"Tidak peduli apa pun kecenderungan genetik kita, kekuatan untuk mengubah cara kita menghadapi tantangan ada di tangan kita. Dengan dukungan yang tepat dan pendekatan holistik, kita bisa mengatasi depresi dan mencapai kesejahteraan yang sejati."
Dalam konsep STIFIn, potensi genetik mencakup kecerdasan dominan yang dimiliki seseorang. Baik itu Sensing, Thinking, Intuiting, Feeling, atau Instinct. Kecerdasan dominan ini ditentukan secara genetik dan mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah, antara thinking introvert dan thinking ekstrovert, mana yang lebih mudah penanganannya jika mengalami depresi?
Pemahaman Tentang Thinking Introvert dan Thinking Ekstrovert
Thinking Introvert adalah individu yang cenderung berpikir mendalam, reflektif, dan sering kali lebih suka bekerja sendiri. Mereka menganalisis situasi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan dan cenderung membutuhkan waktu untuk diri sendiri agar dapat memproses informasi.
Thinking Ekstrovert, di sisi lain, lebih suka berpikir dengan berdiskusi bersama orang lain, berinteraksi sosial, dan sering kali mengambil keputusan lebih cepat. Mereka mendapatkan energi dari interaksi sosial dan cenderung lebih ekspresif dalam menyampaikan ide-ide mereka.
Penanganan Depresi: Faktor Genetik dan Lingkungan
Depresi adalah kondisi mental yang kompleks dan dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk genetik dan lingkungan. Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap depresi.
Namun, faktor lingkungan seperti dukungan sosial, pengalaman hidup, dan mekanisme koping juga memainkan peran penting dalam perkembangan dan penanganan depresi.
Penanganan Depresi pada Thinking Introvert
Orang dengan kecerdasan thinking introvert cenderung lebih mudah terperangkap dalam pikiran negatif dan merenungkan masalah mereka secara mendalam. Selintas mereka bisa terkesan baperan. Akibatnya, mereka mungkin lebih rentan terhadap perasaan kesepian dan isolasi, terutama jika mereka tidak memiliki dukungan sosial yang kuat.
Meskipun demikian, mereka juga memiliki kekuatan dalam refleksi diri dan analisis mendalam, yang dapat membantu mereka memahami akar penyebab depresi dan mencari solusi yang tepat. Tak jarang dan tak heran, solusinya bisa lebih brilian karena analisisnya dilakukan secara mendalam.
Strategi Penanganan:
1. Terapi Kognitif-Perilaku (CBT). MIni membantu mereka mengubah pola pikir negatif menjadi lebih positif.
2. Jurnal harian. Menggunakan tulisan untuk mengekspresikan perasaan dan pemikiran.
3. Latihan mindfulness. Meningkatkan kesadaran diri dan mengurangi stres.