"Gelar itu penting, biar kalau kita nggak paham kerjaan, setidaknya orang masih bingung dengan nama kita yang panjang!"
Di tengah hiruk-pikuk politik dan pemerintahan, ada satu fenomena yang tak kalah menarik: para politisi dan pejabat yang sibuk mengoleksi gelar akademik. Dari profesor hingga gelar honoris causa, mereka berlomba-lomba menambah deretan huruf di belakang nama. Tapi, di balik gelar-gelar mentereng itu, tanggung jawabnya malah sering terlupakan.
Riset pesanan menjelang pemilihan wakil rakyat membuktikan, bahwa "Gelar akademik itu ibarat topi pesta: bikin keren di acara, tapi nggak banyak gunanya di dunia nyata."
Yuk, kita lihat beberapa cerita kocak dan nyeleneh tentang para pemburu gelar ini.
Politisi Gila Gelar: Ngaku Profesor Tanpa Bidang
Jadi gini, kemarin saya ketemu sama seorang politisi yang baru saja dapat gelar profesor. Saya tanya, "Wah, hebat sekali, Pak! Jadi profesor di bidang apa nih?" Dia jawab, "Oh, nggak ada bidang khusus, yang penting ada gelarnya aja. Biar orang-orang lebih respek sama saya."
Gelar Panjang untuk Serangan Politik
Ada juga yang lucu, pejabat lain yang gelarnya panjang banget. Kalau nama dia ditulis lengkap di undangan, kertasnya harus diperpanjang dulu. Saya tanya, "Kenapa sih suka banget nambah-nambahin gelar?" Dia jawab, "Biar lebih berat kalau dilempar ke lawan politik!"
Pejabat Kehormatan dalam Memburu Gelar
Lalu saya ketemu sama pejabat yang bilang, "Mulai hari ini, tolong panggil saya Profesor, ya. Biar keren." Saya tanya, "Profesor apa, Pak?" Dia jawab, "Profesor Kehormatan." Saya tanya lagi, "Kehormatan dalam bidang apa?" Dia jawab, "Kehormatan dalam memburu gelar!"
Tren Koleksi Gelar: Dari Profesor hingga S.P.G!
Saya dengar ada tren baru, politisi dan pejabat sekarang hobi koleksi gelar akademik. Ada yang sampai punya gelar Profesor, Doktor, MBA, M.Sc, S.T, H.I, L.L.C, sampai S.P.G! Saya tanya, "Itu S.P.G apa, Pak?" Dia jawab, "Sales Promotion Girl!"