Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengoptimalkan Kesejahteraan di Era Disrupsi: Strategi Mengelola Toxic Productivity

11 Maret 2024   06:07 Diperbarui: 11 Maret 2024   06:20 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kesejahteraan individu harus menjadi prioritas utama. Dengan memprioritaskan kesejahteraan, lingkungan kerja yang berdaya tahan dan mendukung dapat diciptakan bagi individu dan organisasi."

Dalam dunia kerja yang berubah dengan cepat dan teknologi yang terus berkembang, produktivitas menjadi fokus utama. Namun, ada masalah yang muncul: "Toxic Productivity". Ini terjadi ketika orang atau organisasi terlalu mengejar produktivitas, mengabaikan kesejahteraan pribadi. Tekanan untuk terus produktif semakin meningkat, terutama dengan perkembangan teknologi.

Artikel ini akan menjelaskan tentang Toxic Productivity: apa itu, gejalanya, penyebabnya, dan bagaimana mengatasinya. Kami juga akan melihat bagaimana perilaku ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik, serta tantangan dalam mengelola produktivitas di lingkungan kerja yang berubah-ubah.

Dengan memahami masalah ini dan mengambil langkah-langkah tepat, kita bisa menciptakan budaya kerja yang lebih seimbang dan berkelanjutan di masa depan.

Memahami Produktivitas Beracun

Istilah Toxic Productivity (Produktivitas Beracun) mengacu pada keadaan di mana individu atau organisasi terlalu mengejar produktivitas, sering kali dengan mengorbankan kesejahteraan pribadi dan kebutuhan manusiawi lainnya. Fenomena ini bisa terlihat di berbagai situasi, baik dalam konteks profesional maupun kehidupan sehari-hari.

1. Burnout dan kehabisan energi. Terlalu banyak bekerja dapat menyebabkan kelelahan emosional, fisik, dan mental. Penyebabnya karena tekanan yang terus-menerus untuk menjadi produktif.
2. Obsesi dengan produktivitas. Terobsesi mencapai target, bahkan hingga mengorbankan waktu istirahat.
3. Terburu-buru terus-menerus. Selalu merasa terburu-buru untuk menyelesaikan tugas berikutnya.
4. Perasaan bersalah dan tidak puas. Meskipun produktif, masih merasa tidak puas dan bersalah.
5. Perfeksionisme. Tekanan untuk mencapai tingkat produktivitas sempurna.
6. Mengabaikan perawatan diri. Menganggap waktu untuk diri sendiri sebagai pemborosan.
7. Sulit bersantai atau menikmati waktu luang. Kesulitan untuk bersantai atau menikmati waktu luang.
8. Menilai diri berdasarkan produktivitas. Produktivitas dijadikan penentu nilai diri.

Toxic Productivity dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan fisik:

1. Kesehatan mental yang buruk, seperti stres, kecemasan, dan depresi.
2. Gangguan fisik, seperti gangguan tidur dan masalah kesehatan fisik lainnya.
3. Kurangnya kualitas hubungan dan kehidupan pribadi, termasuk kurangnya perhatian pada hubungan dan kegiatan di luar pekerjaan.

Penting untuk mengenali dan memahami tanda-tanda serta dampak negatif dari Toxic Productivity. Ini dimaksudkan agar bisa menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan berkelanjutan, dengan kesejahteraan individu sebagai prioritas utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun