5. Pendidikan dan keterampilan manajerial. Seorang pemimpin membutuhkan latar belakang pendidikan yang kuat di tingkat akademis dan pengalaman manajerial yang relevan. Dengan kemampuan untuk mengelola sumber daya negara secara efisiensi dan efektivitas, serta mampu mengimplementasikan kebijakan yang sesuai dengan tantangan kontemporer, pemimpin dapat membentuk fondasi yang kokoh untuk kepemimpinan yang sukses.
6. Kemampuan menghadapi krisis. Dalam menghadapi krisis, seorang pemimpin harus dapat mendemonstrasikan kemampuan untuk mengelola dengan pendekatan yang tenang, rasional, dan didasarkan pada analisis data yang akurat. Bersedia untuk mengambil keputusan sulit dan strategis demi kepentingan nasional merupakan karakteristik utama pemimpin yang handal di masa krisis.
7. Nasionalisme dan komitmen untuk kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang ideal harus memiliki rasa nasionalisme yang kuat dan tanggung jawab terhadap keberlanjutan serta kemajuan Indonesia. Dengan semangat untuk mendorong dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan yang progresif, pemimpin dapat menjadi pilar utama dalam membawa negara ini menuju masa depan yang lebih baik.
8. Keterlibatan dengan masyarakat. Kepemimpinan yang efektif membutuhkan keterlibatan langsung dengan masyarakat dari berbagai lapisan dan wilayah. Pemimpin ideal tidak hanya bersedia, tetapi juga mampu berinteraksi secara langsung, responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan masyarakat, serta memiliki kemampuan merumuskan kebijakan yang sesuai dan terukur.
9. Penghargaan terhadap budaya dan agama. Pentingnya menghormati dan memahami keanekaragaman budaya dan agama di Indonesia sebagai fondasi nilai dan kekuatan bagi kemajuan bangsa tidak bisa diabaikan. Dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keberagaman sebagai instrumen penting dalam pembentukan kebijakan, pemimpin dapat membentuk arah yang inklusif dan harmonis bagi masyarakat Indonesia.
10. Integritas dan ketaatan etika kepemimpinan. Seorang pemimpin yang dapat diandalkan harus menunjukkan integritas yang tinggi dan kesesuaian dengan etika kepemimpinan yang dijunjung. Mereka harus bersedia untuk mengambil tanggung jawab penuh atas konsekuensi setiap tindakan dan kebijakan yang diimplementasikan, membentuk fondasi yang kuat untuk kepemimpinan yang amanah.
Melalui profil ini, diharapkan calon presiden mampu menciptakan harmoni, stabilitas, dan kemajuan di tengah keragaman budaya dan agama yang menjadi kekayaan Indonesia. Ini menjadi kunci utama untuk menghadapi kompleksitas dan dinamika tantangan di masa depan.
Risiko Karakter Negatif Pemimpin dalam Pemilihan Presiden
Di sisi lain, ada capres yang terkesan tidak pintar dan karakternya menjadi sorotan negatif. Mereka terlihat arogan dan emosional, temperamental, gampang sensi, ekstra superior, bertensi tinggi. Â Ini nampak jelas saat dihadapkan pada pertanyaan atau tanggapan tajam dari lawan, atau saat menghadapi kritik dan kilas balik sepak terjangnya di masa lalu.
Memilih seorang calon presiden yang terkesan tidak pintar dan memiliki karakter negatif seperti arogan, emosional, temperamental, gampang sensi, ekstra superior, dan resisten terhadap kritik dapat memiliki potensi bahaya yang signifikan. Beberapa potensi bahaya tersebut antara lain:
1. Ketidakstabilan pemimpin. Seorang presiden yang temperamental dan gampang sensi dapat menjadi sumber ketidakstabilan dalam kepemimpinan. Reaksi yang impulsif dan emosional terhadap masalah atau kritik dapat mengakibatkan keputusan yang tidak dipertimbangkan dengan matang.
2. Rendahnya kapasitas penyelesaian masalah. Kepemimpinan yang arogan dan kurang pintar dapat mengakibatkan rendahnya kapasitas dalam menyelesaikan masalah. Kebijakan yang diambil mungkin tidak didasarkan pada data dan pengetahuan yang memadai.
3. Tidak menerima kritik dan umpan balik. Ketidakmampuan untuk menerima kritik dan umpan balik bisa menghambat pertumbuhan dan perbaikan. Seorang presiden yang ekstra superior dan resisten terhadap kritik mungkin tidak mau mendengarkan suara-suara kritis yang dapat membantu memperbaiki kebijakan dan pengambilan keputusan.
4. Ketidakpercayaan internasional. Sikap temperamental dan resisten terhadap tekanan atau kritik dari luar negeri dapat menciptakan ketidakpercayaan dalam hubungan internasional. Kepemimpinan yang sulit bekerja sama dengan negara lain dapat merugikan kepentingan nasional.
5. Ketidaksetaraan dan konflik sosial. Pemimpin yang terkesan superior dan tidak pintar dapat meningkatkan ketidaksetaraan dan menciptakan konflik sosial di dalam negeri. Hal ini bisa memecah belah masyarakat dan memperburuk stabilitas politik.
6. Pengelolaan krisis yang buruk. Dalam situasi krisis, seorang presiden yang tidak mumpuni dalam mengendalikan diri dan membuat keputusan rasional dapat mengakibatkan pengelolaan krisis yang buruk, dengan potensi dampak negatif yang besar bagi negara.