"Serapan APBD yang tinggi bukan hanya tentang angka, tapi kualitas hidup masyarakat yang meningkat dan keberlanjutan pembangunan." @agungmsg
Indonesia telah lama menghadapi tantangan serius dalam mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang rendah. Data terbaru menunjukkan bahwa serapan APBD masih mengalami masalah serius hingga pertengahan tahun 2023.
Tingkat realisasi pendapatan hanya mencapai 43,21 persen dan belanja daerah hanya mencapai 35,41 persen, dengan anggaran tertunda senilai Rp 250 triliun.
Dampak dari rendahnya serapan APBD sangat terasa pada pembangunan dan pelayanan publik. Program pembangunan terhambat, infrastruktur dan layanan publik tidak optimal. Meningkatkan serapan APBD penting untuk pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pentingnya serapan APBD tidak bisa diremehkan, karena APBD menjadi sumber utama pendanaan pembangunan dan pelayanan publik. Ketika serapan APBD rendah, masyarakat merasakan dampaknya dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari.
Dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan, pemerintah daerah harus mengatasi kendala rendahnya serapan APBD dengan solusi komprehensif dari aspek kebijakan publik dan manajemen risiko.
Faktor Internal dan Eksternal yang Berpengaruh Rendahnya Serapan APBD
Rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Indonesia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Dari sisi internal, kendala utama adalah realisasi pendapatan dan belanja yang rendah.Â
Kurangnya kemampuan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pendapatan menyebabkan terbatasnya sumber daya untuk kesejahteraan masyarakat. Proses administrasi yang tidak efisien juga menghambat penyerapan anggaran dengan baik.
Faktor eksternal yang berpengaruh adalah adanya bencana alam dan Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat daerah mengganggu kinerja pemerintahan dan pengelolaan anggaran, mengakibatkan ketidakstabilan politik dan penurunan kepercayaan publik.