Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Manajemen Risiko dalam Sistem Pemilu Proposional Tertutup dan Terbuka: Kelebihan, Kekurangan, dan Tren Terkini

30 Mei 2023   14:37 Diperbarui: 30 Mei 2023   14:41 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Manajemen risiko dapat menjadi kunci utama untuk mencapai pemilihan yang adil, representatif, dan stabil dalam sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka."

Sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka adalah dua model yang digunakan dalam pemilihan umum untuk mencapai representasi politik yang proporsional. Dalam sistem tertutup, partai politik menentukan daftar calon dan pemilih memberikan suara untuk partai. Kursi didistribusikan berdasarkan perolehan suara, dan calon yang terpilih ditentukan oleh urutan dalam daftar calon. Risiko utama adalah potensi nepotisme atau ketergantungan pada keputusan partai.

Di sisi lain, dalam sistem terbuka, pemilih dapat memberikan suara langsung kepada calon dalam daftar partai. Pemilih memiliki kontrol lebih besar, tetapi ada risiko fragmentasi suara dan pecahnya suara pemilih karena banyak pilihan. Hal ini dapat mengakibatkan fragmentasi kekuatan politik dan pemerintahan yang tidak stabil.

Dalam manajemen risiko, kedua sistem harus mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi. Sistem tertutup perlu menjaga integritas dan transparansi dalam penentuan calon untuk menghindari korupsi atau nepotisme. Sementara itu, sistem terbuka perlu memperhatikan risiko fragmentasi suara dan menemukan mekanisme yang memungkinkan representasi proporsional tanpa mengorbankan stabilitas pemerintahan.

Dalam pengelolaan risiko pemilu, penting untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang terkait dengan sistem pemilu tertentu. Strategi pengendalian risiko seperti peningkatan transparansi, penegakan hukum, dan mekanisme pengelompokan suara yang efektif perlu diterapkan. Dengan mempertimbangkan manajemen risiko, sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka dapat dikembangkan untuk mencapai pemilihan yang adil, representatif, dan stabil bagi masyarakat.

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu Proporsional Tertutup: Perspektif Manajemen Risiko

Sistem Pemilu Proporsional Tertutup memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dalam perspektif manajemen risiko. Berikut adalah penjelasan secara ringkas dan singkat mengenai kedua aspek tersebut:

Kelebihan sistem proporsional tertutup:

1. Meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi sistem perwakilan.
2. Mendorong institusionalisasi partai politik untuk membangun struktur yang lebih kuat dan institusional dengan memilih calon yang kompeten dan memenuhi syarat.
3. Efisiensi biaya pemilu.
4. Memudahkan teknis pemilu, surat suara tidak perlu mencantumkan nama calon wakil rakyat sehingga lebih hemat dalam biaya.
5. Partai politik bisa lebih ketat dalam merekrut calon wakil rakyat.
6. Rekapitulasi di tempat pemungutan suara (TPS) lebih cepat, berkisar maksimal 7,5 jam.
7. Biaya kampanye lebih murah, meminimalisasi politik uang.
8. Surat suara hanya mencantumkan gambar partai politik.

Kekurangan sistem proporsional tertutup:

1. Kedaulatan rakyat terancam karena tidak tahu siapa yang dipilih partai.
2. Partai politik bisa lebih mendominasi karena menentukan calon mana yang akan menjadi wakil rakyat
3. Kekuasaan penuh partai politik dalam menentukan wakil yang akan duduk di kursi parlemen. Hal ini bisa menjadi risiko karena dapat memunculkan praktik nepotisme atau penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik.
4. Penolakan sebagian besar fraksi di DPR-RI terhadap sistem ini yang mencerminkan adanya perbedaan pandangan dan kepentingan politik di dalam parlemen.
5. Dapat diasosiasikan dengan praktik di masa Orde Lama dan Orde Baru. Yaitu dikaitkan dengan praktik-praktik yang tidak demokratis dan otoriter di masa lalu yang dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem tersebut.
6. Rakyat tidak bisa mengawasi kinerjanya karena tidak mengenal wakil rakyat tersebut, hanya memilih partainya.
7. Seperti untung-untungan, rakyat tidak pernah tahu siapa yang akan terpilih menjadi wakil rakyat karena hanya mencoblos partai.
8. Berpotensi menguatkan oligarki di internal partai politik, dan rawan politik uang di sana

Dalam perspektif manajemen risiko, penting untuk mengenali dan mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul dari kekurangan sistem pemilu proporsional tertutup, seperti risiko penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakpercayaan publik. Perlu ada mekanisme pengawasan yang kuat dan transparansi dalam proses penentuan calon untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut.

Pemilihan Umum Proporsional Terbuka: Kelebihan, Kekurangan, dan Manajemen Risiko

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dalam perspektif manajemen risiko. Berikut adalah penjelasan secara ringkas dan singkat mengenai kedua aspek tersebut dikutip dari berbagai sumber :

Kelebihan sistem proporsional terbuka:

1. Rakyat memilih langsung calon wakilnya, tahu riwayat kerjanya, ada kedaulatan rakyat di sana
2. Adil bagi calon wakil rakyat, yang terbanyak dipilih akan menang
3. Mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa.
4. Kontrol elite politik berkurang.
5. Karena rakyat tahu siapa yang dipilih, mereka bisa mengawasi kinerjanya secara langsung
6. Meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi dan institusionalisasi.
7. Terbangun kedekatan antara rakyat dan kandidat
8. Pemilih dapat memilih langsung wakil legislatifnya.

Kekurangan sistem proporsional terbuka:

1. Risiko politik uang yang lebih tinggi.
2. Biaya kampanye yang mahal dan potensi pemilih yang tidak fokus pada partai dan presiden.
3. Potensi polarisasi politik dan kendala bagi kader ideologis partai.
4. Membebani penyelenggara pemilu (Pemilu 2019, Data Kemenkes 16 Mei 2019: anggota KPPS yang sakit berjumlah 11.239 orang, 527 orang meninggal)
5. Lemahnya kontrol partai terhadap kandidat, menghambat kader ideologis partai untuk berkembang

Dalam perspektif manajemen risiko, penting untuk mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul dari kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka, seperti risiko politik uang dan polarisasi politik. Mekanisme pengawasan yang ketat, pengaturan yang adil mengenai biaya kampanye, dan pendidikan pemilih yang baik dapat membantu mengurangi risiko-risiko tersebut dan memastikan pemilihan yang demokratis dan stabil.

Perdebatan dan Tren Terkini

Wacana pemilihan umum 2024 mengenai pengembalian sistem pemilu proporsional tertutup menjadi perdebatan. Beberapa pihak melihatnya sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan sistem pemilu terbuka yang ada. Sistem ini pernah diterapkan di Indonesia pada pemilu tahun 1955 dan beberapa pemilu setelahnya.

Namun, keputusan untuk kembali ke sistem ini menimbulkan kekhawatiran akan transparansi dan partisipasi masyarakat. Terdapat pandangan yang berbeda mengenai sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka, tetapi secara umum sistem terbuka dianggap lebih demokratis karena lebih memperhatikan partisipasi masyarakat.

Penggunaan sistem pemilu proporsional tertutup dapat memunculkan oligarki di partai politik dan mengurangi partisipasi masyarakat. Parpol juga akan menghadapi dampak signifikan jika terjadi perubahan sistem pemilu, terutama dalam membangun basis dukungan dan mengkaderisasi kader politik. Sikap parpol terhadap perubahan ini bervariasi, tergantung pada kepentingan masing-masing parpol.

Lebih jauh, jika sistem pemilu berubah dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup, ada beberapa dampak potensial yang dapat mempengaruhi parpol. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:

1. Kontrol yang lebih besar bagi partai politik sehingga dapat memberikan partai politik kekuatan lebih dalam memilih kader yang akan mewakili mereka di parlemen.
2. Pemusatan kekuasaan pada partai politik yang dapat mengurangi ruang gerak individu dan menghasilkan struktur politik yang lebih terpusat pada partai politik.
3. Dampak pada dinamika internal partai politik dimana partai politik akan perlu memperkuat mekanisme internal mereka untuk memilih calon yang berkualitas dan memenuhi syarat. Lebih jauh hal ini dapat mempengaruhi proses kaderisasi dan institusionalisasi partai politik.
4. Potensi konflik internal.
5. Potensi pergeseran dukungan pemilih.
6. Perubahan dinamika politik dimana partai politik mungkin lebih fokus pada mempertahankan dan memperkuat kekuatan partai sendiri, daripada menjalin koalisi atau berinteraksi dengan partai lain.

Penting untuk dicatat bahwa dampak potensial ini bersifat umum dan dapat bervariasi tergantung pada konteks politik, peraturan yang diterapkan, dan kultur politik di suatu negara.

Sikap Partai Politik Terkait Perubahan Sistem Pemilu: Membahas Antara Proporsional Terbuka dan Tertutup

Saat ini, terdapat sikap yang berbeda-beda dari partai politik terkait kemungkinan perubahan sistem pemilu dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup. Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan perwujudan dari demokrasi yang berasaskan kedaulatan rakyat, di mana rakyat dapat memilih calon wakilnya secara langsung. Faktanya, delapan dari sembilan partai politik di DPR menyatakan sikap menolak pemilihan umum dengan sistem proporsional tertutup.

Kedelapan parpol tersebut adalah Partai Gerindra, Golkar, Nasdem, PKB, Demokrat, PKS, PAN, dan PPP. Mereka menolak sistem proporsional tertutup karena rakyat hanya dapat memilih partai politik, sementara caleg terpilih ditunjuk oleh partai. Terdapat kekhawatiran banyak pihak terkait wacana penerapan sistem proporsional tertutup untuk Pemilu 2024.

Sistem proporsional tertutup antara lain bisa mengurangi esensi demokrasi, menghidupkan kembali oligarki di dalam tubuh partai politik, dan menjauhkan partisipasi masyarakat dalam menentukan calon wakilnya di lembaga legislatif.

MK sendiri akan memutus gugatan sistem pemilu dalam waktu dekat, apakah tetap proporsional terbuka atau kembali ke tertutup. Banyak pihak yang mengingatkan agar MK tidak tergesa-gesa dalam memutuskan gugatan sistem pemilu, benar dan tepat. MK harus memastikan bahwa proses pemutusan gugatan dilakukan dengan substansi norma yang diuji dan melibatkan banyaknya para pihak yang menjadi Pihak Terkait

Parpol dan kader-kader politik memiliki harapan terhadap keputusan MK. Harapannya adalah bahwa putusan MK dapat memberikan kejelasan dan kepastian mengenai sistem pemilu yang akan digunakan dalam pemilihan 2024, sehingga parpol dan kader dapat mempersiapkan diri dengan baik.

Dalam perdebatan ini, manajemen risiko tetap menjadi faktor penting. Setiap perubahan sistem pemilu harus mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin timbul, seperti potensi penyalahgunaan kekuasaan atau politik uang. Dengan menganalisis dan mengelola risiko tersebut, diharapkan sistem pemilu yang dipilih dapat menghasilkan pemilihan yang adil, representatif, dan stabil bagi masyarakat.

Kesimpulan

Sistem pemilu proporsional tertutup dan proporsional terbuka memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dari perspektif manajemen risiko. Sistem pemilu proporsional tertutup dapat meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi dan memudahkan teknis pemilu, tetapi dapat mengancam kedaulatan rakyat dan meningkatkan risiko nepotisme. Di sisi lain, sistem pemilu proporsional terbuka memberikan kontrol lebih besar kepada pemilih, tetapi berisiko fragmentasi suara dan politik uang.

Dalam manajemen risiko, kedua sistem harus mempertimbangkan risiko yang mungkin terjadi. Sistem pemilu proporsional tertutup perlu menjaga integritas dan transparansi dalam penentuan calon untuk menghindari korupsi atau nepotisme. Sementara itu, sistem pemilu proporsional terbuka perlu memperhatikan risiko fragmentasi suara dan memastikan mekanisme pengawasan yang kuat.

Perdebatan mengenai sistem pemilu proporsional tertutup dan terbuka terus berlangsung. Beberapa pihak mendukung kembalinya sistem pemilu tertutup sebagai alternatif, sementara yang lain menganggap sistem terbuka lebih demokratis. Sikap partai politik bervariasi tergantung pada kepentingan masing-masing.

Dalam pengambilan keputusan mengenai sistem pemilu, manajemen risiko tetap menjadi faktor penting. Perubahan sistem harus mempertimbangkan risiko-risiko yang mungkin timbul dan menerapkan mekanisme pengendalian risiko yang sesuai. Dengan memperhatikan manajemen risiko, diharapkan sistem pemilu yang dipilih dapat mencapai pemilihan yang adil, representatif, dan stabil bagi masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun