1. Kedaulatan rakyat terancam karena tidak tahu siapa yang dipilih partai.
2. Partai politik bisa lebih mendominasi karena menentukan calon mana yang akan menjadi wakil rakyat
3. Kekuasaan penuh partai politik dalam menentukan wakil yang akan duduk di kursi parlemen. Hal ini bisa menjadi risiko karena dapat memunculkan praktik nepotisme atau penyalahgunaan kekuasaan oleh partai politik.
4. Penolakan sebagian besar fraksi di DPR-RI terhadap sistem ini yang mencerminkan adanya perbedaan pandangan dan kepentingan politik di dalam parlemen.
5. Dapat diasosiasikan dengan praktik di masa Orde Lama dan Orde Baru. Yaitu dikaitkan dengan praktik-praktik yang tidak demokratis dan otoriter di masa lalu yang dapat menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap sistem tersebut.
6. Rakyat tidak bisa mengawasi kinerjanya karena tidak mengenal wakil rakyat tersebut, hanya memilih partainya.
7. Seperti untung-untungan, rakyat tidak pernah tahu siapa yang akan terpilih menjadi wakil rakyat karena hanya mencoblos partai.
8. Berpotensi menguatkan oligarki di internal partai politik, dan rawan politik uang di sana
Dalam perspektif manajemen risiko, penting untuk mengenali dan mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul dari kekurangan sistem pemilu proporsional tertutup, seperti risiko penyalahgunaan kekuasaan dan ketidakpercayaan publik. Perlu ada mekanisme pengawasan yang kuat dan transparansi dalam proses penentuan calon untuk meminimalkan risiko-risiko tersebut.
Pemilihan Umum Proporsional Terbuka: Kelebihan, Kekurangan, dan Manajemen Risiko
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka juga memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipertimbangkan dalam perspektif manajemen risiko. Berikut adalah penjelasan secara ringkas dan singkat mengenai kedua aspek tersebut dikutip dari berbagai sumber :
Kelebihan sistem proporsional terbuka:
1. Rakyat memilih langsung calon wakilnya, tahu riwayat kerjanya, ada kedaulatan rakyat di sana
2. Adil bagi calon wakil rakyat, yang terbanyak dipilih akan menang
3. Mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa.
4. Kontrol elite politik berkurang.
5. Karena rakyat tahu siapa yang dipilih, mereka bisa mengawasi kinerjanya secara langsung
6. Meningkatkan peran partai politik dalam kaderisasi dan institusionalisasi.
7. Terbangun kedekatan antara rakyat dan kandidat
8. Pemilih dapat memilih langsung wakil legislatifnya.
Kekurangan sistem proporsional terbuka:
1. Risiko politik uang yang lebih tinggi.
2. Biaya kampanye yang mahal dan potensi pemilih yang tidak fokus pada partai dan presiden.
3. Potensi polarisasi politik dan kendala bagi kader ideologis partai.
4. Membebani penyelenggara pemilu (Pemilu 2019, Data Kemenkes 16 Mei 2019: anggota KPPS yang sakit berjumlah 11.239 orang, 527 orang meninggal)
5. Lemahnya kontrol partai terhadap kandidat, menghambat kader ideologis partai untuk berkembang
Dalam perspektif manajemen risiko, penting untuk mengelola risiko-risiko yang mungkin timbul dari kekurangan sistem pemilu proporsional terbuka, seperti risiko politik uang dan polarisasi politik. Mekanisme pengawasan yang ketat, pengaturan yang adil mengenai biaya kampanye, dan pendidikan pemilih yang baik dapat membantu mengurangi risiko-risiko tersebut dan memastikan pemilihan yang demokratis dan stabil.
Perdebatan dan Tren Terkini
Wacana pemilihan umum 2024 mengenai pengembalian sistem pemilu proporsional tertutup menjadi perdebatan. Beberapa pihak melihatnya sebagai alternatif untuk mengatasi kelemahan sistem pemilu terbuka yang ada. Sistem ini pernah diterapkan di Indonesia pada pemilu tahun 1955 dan beberapa pemilu setelahnya.