Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Menghadapi Rentetan Kasus, Kemenkeu Perlu Tindakan Cepat dan Tegas

10 Maret 2023   21:43 Diperbarui: 10 Maret 2023   21:48 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemenkeu sedang terguncang oleh badai masalah yang bertubi-tubi! Berita mengenai kasus penganiayaan berat yang melibatkan Mario Dandy dan Agnes hanya menjadi pemicu dari deretan kasus yang mengguncang institusi ini. Seperti bongkahan salju yang semakin membesar, masalah-masalah baru terus bergulir.

Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta yang sering pamer-ria menjadi sorotan terakhir dan akhirnya dicopot dari jabatannya, menyusul berbagai tuduhan korupsi dan pelanggaran lainnya yang melibatkan pegawai-pegawai di bawahnya. Namun, kejutan baru muncul ketika gaya hidup istri dan anak dari Kepala Bea Cukai Makassar juga menjadi sorotan publik. Sebelumnya, muncul berita 13 ribu pegawai Kemenkeu belum lapor hartanya. 

Tak hanya itu, KPK juga akan melaporkan 134 ASN Pajak yang memiliki saham di 280 perusahaan ke Kemenkeu. Tak ayal, ini akan menjadi beban baru bagi institusi yang sudah terguncang oleh kasus-kasus sebelumnya. Bahkan, Mahfud juga menyatakan bahwa ada pergerakan uang mencurigakan senilai Rp300 triliun yang melibatkan 460 pegawai di Kemenkeu.

Kasus-kasus tersebut semakin meruncing ketika 40 rekening milik Rafael dan keluarganya diblokir karena transaksi mencapai lebih dari Rp500 miliar. Tak hanya itu, PPATK bahkan mengonfirmasi bahwa Rafael juga memiliki "safe deposit box" yang berisi puluhan miliar rupiah di luar transaksi di rekeningnya.

Dengan berbagai masalah yang semakin membesar dan mengguncangkan Kemenkeu, institusi ini harus segera mengambil tindakan untuk membersihkan diri dari praktik-praktik korupsi dan pelanggaran lainnya. Sebuah drama besar yang akan terus berlanjut dan bisa berpotensi membuat masyarakat semakin meragukan integritas pemerintah.

Perlukah Kemenkeu Melakukan "Red Alert" dan "Tanggap Darurat" atas Serangkaian Kasus yang Mengguncang Institusi ?

Kini, harus diakui bahwa terdapat beberapa kasus serius yang mengguncang Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan mungkin perlu diambil tindakan lebih lanjut. Dilihat dari perspektif manajemen risiko, apakah rentetan kasus ini perlu menghidupan semacam "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" ?

Sebelum dapat menentukan apakah tindakan "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" diperlukan, perlu dipahami terlebih dahulu makna dari kedua tindakan tersebut.

"Red Alert" biasanya digunakan dalam situasi darurat yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera untuk memastikan keselamatan dan keamanan. Sedangkan "Aksi Tanggap Darurat" mengacu pada serangkaian tindakan koordinasi dan respons yang cepat yang diterapkan dalam situasi krisis atau bencana.

Dari sisi risk management, dapat dipertimbangkan untuk mengaktifkan rencana tanggap darurat atau mekanisme pengendalian risiko yang ada. Namun, apakah tindakan "Red Alert" atau "Aksi Tanggap Darurat" perlu diambil tergantung pada seberapa serius dan mendesak situasi yang dihadapi, serta tingkat dampaknya pada institusi atau masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun