Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Insan Pembelajar yang senang mempelajari bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Saat ini aktif memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di berbagai kesempatan, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kroni, Dinasti dan Korupsi di Desa: Apa yang Terjadi Saat Masa Kades Memperpanjang Jabatannya?

20 Januari 2023   14:18 Diperbarui: 20 Januari 2023   16:06 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unjuk rasa Kades | Image : nasional.kompas.com

Ribuan Kades se-Indonesia berunjuk rasa di depan Gedung DPR, Selasa (17/1/2023) siang. Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) sedang memperjuangkan revisi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Para kepala desa (kades) yang tergabung dalam Apdesi ini melakukan unjuk rasa karena dua alasan. Pertama, kades meminta waktu yang lebih lama untuk memperbaiki soliditas masyarakat karena keterbelajaran pasca pemilihan kades. Kedua, dana yang digunakan untuk pemilihan kades lebih baik digunakan untuk pembangunan sumber daya desa.

Kades juga mengancam akan menghabisi partai politik di pemilu 2024 yang tak mendukung perpanjangan masa jabatan kades.

Dari kacamata risk manahement, kepala desa yang memperjuangkan revisi undang-undang ini bisa membuka celah baru untuk memahami dampak langsung dari masa jabatan yang terlalu lama. Juga menarik perhatian untuk mengkaji ulang bagaimana mengantisipasi dan mencari solusi untuk mengatasi masalah korupsi dan nepotisme di desa.

Kegaduhan Publik : Dampaknya Bisa Banyak

Aksi ini menyebabkan ruang publik menjadi gaduh dan netizen pun geram. Mereka mengeluh, "Jabatan itu amanah bukan malah minta nambah" dan "Kenapa mundur lagi cara berpikir kita dulu pernah sembilan tahun diganti 6 tahun kok balik lagi diusul 9 tahun ada ada saja". Keluhan lain datang dari emak-emak yang menganggap ini hanya untuk mengembalikan modal pilkades.

Jabatan yang terlalu lama akan mengakibatkan kecenderungan terbentuknya kroni, dinasti, otoriterian dan korupsi. Lebih jauh bakal menciptakan monster di desa. Penggiat sosial Jhon Sitorus menyebut ini nglunjak, tak masuk akal. Menurutnya, pada kepala desa yang aksi damai di depan Gedung DPR/MPR RI pada 17 Januari itu ngelunjak, "Itu namanya ngelunjak woi. Mana rata-rata korup lagi. Ini adalah praktek nyata merusak demokrasi, sekaligus memperbesar peluang KORUPSI dan NEPOTISME 9 tahun (18 tahun jika 2 periode) juga MEMUTUS regenerasi bibit-bibit pemimpin desa Ujung-ujungnya anak muda akan APATIS, minim kontribusi," sebutnya (Fajar.co.id, 19/01/23).

Pendapat ini mengingatkan saya pada pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Katanya, "Korupsi dan kekuasaan, ibarat dua sisi dari satu mata uang. Korupsi selalu mengiringi perjalanan kekuasaaan dan sebaliknya kekuasaan merupakan 'pintu masuk' bagi tindak korupsi". Ia pun menambahkan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut)."

Tuntutan Apdesi dalam Perspektif Risk Management

Dari perspektif risk management, aksi tuntutan kades ini dapat dianggap sebagai suatu risiko yang mungkin memiliki dampak negatif pada banyak hal. Khususnya pada stabilitas politik, ekonomi, dan sosial di desa-desa yang tergabung dalam Apdesi.

Risiko ini dapat menyebabkan kegaduhan publik, kekecewaan masyarakat, dan mengurangi kepercayaan pada pemerintah desa. Risiko ini juga dapat menyebabkan kerugian finansial dan reputasi bagi pemerintah desa yang terlibat dalam aksi tuntutan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun