Saat tadi saya pulang malam dari sebuah urusan, ada dua truk parkir  di depan saya. Keduanya sedang menurunkan bata merah untuk perbaikan sebuah bangunan korban gempa. Tertulis di pintu sebelah kiri salah satu truk itu tulisan "Korban Janji Manis" lengkap dengan siluet gadis manis. Saat saya membaca itu, saya jadi senyum-senyum sendiri. Ingat juga lagu lawas "Dingin" Rinto Harahap : "Tapi janji, tinggal janji. Bulan madu hanya mimpi. Tapi janji, tinggal janji, di bibirmu..."
"Janji Manis", memang itu sebuah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang sering berbohong dan mengeluarkan janji-janji atau iming-iming manis. Tujuannya untuk memikat atau memperdaya orang lain, terutama dalam upaya untuk memperoleh kepercayaan kembali setelah sebelumnya telah merugikan atau mengecewakan orang lain dengan kebohongannya.
Tak sedikit orang yang berakal sehat dan waras suka bertanya, kenapa sih ada saja orang yang mudah menebar janji manis ?
Bila kita coba telusuri, tentu akan ada sejumlah faktor yang dapat menyebabkan mengepa orang melakukan seperti itu. Bisa karena tekanan dari orang lain atau pihak lain, bisa juga karena ketidaktahuan. Ketidaktahuan untuk menyelelesaikan masalah sehingga merasa terpaksa untuk melakukan janji manis.
Penyebab lain, bisa juga karena keinginan untuk menghindari konflik, menghindari kemarahan atau kekecewaan. Atau karena ketidakmampuan yang bersangkutan untuk mengatasi stres karena merasa terdesak oleh situasi yang ada dan merasa bahwa janji manis adalah satu-satunya solusi. Kemungkinan lain, bisa juga disebabkan karena keinginan untuk memuaskan orang lain, meskipun tidak yakin bisa menepatinya.
Orang mungkin mudah melakukan Janji Manis karena mereka merasa terpaksa untuk melakukannya, atau karena mereka tidak tahu cara lain untuk menyelesaikan masalah yang ada. Mereka juga mungkin merasa terdesak oleh situasi yang ada dan merasa bahwa Janji Manis adalah satu-satunya jalan keluar.
Janji Manis : Komoditi Emas Saat Kampanye Pilkada & Pemilu
Dalam konteks perpolitikan Indonesia, sepertinya janji itu adalah komoditi. Lucunya, janji manis itu sering dijumpai menjelang pilkada dan pemilu. Pilkada dan pemilu ini seringkali menjadi perhatian masyarakat karena banyak program yang ditawarkan oleh calon pemimpin kepada masyarakat selama masa kampanye. Namun, setelah terpilih menjadi kepala daerah, sebagian pemimpin seringkali lupa atau pura-pura lupa terhadap janji-janji yang pernah diobralkan saat melakukan kampanye. Rakyat atau warga merupakan pemilik kekuasaan yang sah dan seharusnya dihargai dengan terpenuhinya janji-janji yang diberikan oleh calon pemimpin.
Lalu, kenapa juga para politisi di Indonesia mudah menebar janji manis, dan terus berulang-ulang ? Sejauh pengetahuan penulis, ini disebabkan karena syahwat politik yang terlalu besar yang bisa mempengaruhi seperti ini. Contohnya, seperti tekanan untuk memenangkan pemilihan, keinginan untuk memuaskan sebanyak mungkin pemilih, atau ketidaktahuan tentang cara lain untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Godaan terbesarnya, janji manis seringkali merupakan cara yang mudah bagi para politisi untuk memenangkan dukungan pemilih tanpa harus mengeluarkan usaha yang sesungguhnya untuk menyelesaikan masalah yang ada.