Uniknya, karyawan adalah "aset" dan mitra stretegis, lebih sering saya temui pada perusahaan-perusahaan yang menerapkan Corporate Spiritual Responsibility.Â
Mereka sungguh-sungguh concern, serius, dan melayani karyawan. Tidak hanya untuk kepentingan sosial dan ekonomi karyawan, serta pemangku kepentingan mereka, namun juga pada aspek-aspek dan kebutuhan terdalam spiritual mereka.
Jadi, ungkapan karyawan adalah aset seolah itu hanya mengedepankan pendekatan kalkulatif dan rasional saja. Business to business, transaksional, sesuai tupoksi dan fungsinya saja. Buktinya, tak sedikit orang yang menilai hanya berdasar KPI (Key Performances Indicator) saja dalam pengelolaan kinerja perusahaan.
Bukti lain, ROI dalam pengembangan SDM terlalu dikejar dan ditarget tinggi. Di mana investasi ke pengembangan SDM berkorelasi erat dengan profit perusahaan. Persis seat hubungan capital expenses dan eskalasi eskalasi penggunaan teknologi dengan kinerja keuangan perusahaan.
Akhirnya, rasanya akan lebih tepat dan pas, bila dikatakan karyawan adalah mitra perusahaan dan strategis. Mereka punya nilai-nilai spiritualitas, impian, semangat, karakter, loyalitas, kontribusi, dan kegigihan untuk bersama-sama mewujudkan visi-misi perusahaan sesuai core values yang telah ditetapkan.
Jadi, sekali lagi "karyawan adalah aset perusahaan", menurut hemat saya adalah keliru. Lebih tepat bila dikatakan "karyawan adalah salah satu aset perusahaan" yang tidak dapat dengan mudah tergantikan oleh orang lain.
Bila karyawan itu berkualitas, kontributif, serta kreatif dan inovatif untuk selalu memberikan kontribusi terbaiknya, bisa dikatakan karyawan yang bersangkutan adalah aset.
Dengan kata lain, bila karyawan itu baik maka itu aset. Umumnya, berada pada 3 -- 20% urutan teratas. Pada umumnya, karyawan yang berkulitas yang dianggap sebagai aset biasanya bercirikan menguasai soft skill dalam bahasa Inggris, public speaking, manajemen waktu, problem solving, concern terhadap detail, faham manajemen keuangan, pandai menulis, dan bagus emotional quotient-nya dalam kerjasama tim.
Selebihnya, hanya pendukung saja. Sebaliknya, bila tidak baik, golongan ini umumnya berada pada urutan 10% terbawah. Pada golongan ini, bisa jadi karyawan itu beban perusahaan. Bukan aset. Biasanya kontribusinya biasa-biasa saja, atau malah di bawah performa yang diharapkan manajemen.Â
Karyawan yang seperti itu, jelas bukanlah aset. Dia hanya beban yang senyatanya bisa digantikan oleh orang-orang yang lebih muda, qualified, militan, dan profesional.