Seperti biasa, semalam sambil makan malam keluarga, kami bersama-sama menonton TV untuk mengeksplorasi channel berita di YouTube. Astaghfirullah, isinya sama. Mayoritas terisi dengan predisksi dan peringatan cuaca ekstrem akhir tahun 2022. Mulai dari peringatan BMKG soal cuaca ekstrim di sejumlah daerah, sampai bahaya badai Squall Line yang disebut ancam Jakarta dan Jabodetabek. Tak heran, karena potensi cuaca ekstrem ini Pemprov DKI imbau kantor untuk WFH.
BMKG juga memperingatkan status waspada, bahwa cuaca ekstrem ini bisa berlangsung 7 hari kedepan. Hujan lebat, cuaca dingin, gelombang tinggi dan potensi cuaca buruk lainnya, juga dikeluarkan BMKG untuk 34 kota besar di Indonesia. Para ahli menjelaskan bahwa cuaca ekstrim ini terjadi karena gas rumah kaca akibat industri dan transportasi. Juga dipengaruhi oleh peningkatan pertumbuhan awan hujan, intensifikasi seruakan angin dingin dan peningkatan angin permukaan, serta peningkatan tinggi gelombang dan curah hujan di sejumlah daerah.
Bagi kami sendiri yang tinggal di Cianjur, setiap prakiraan cuaca yang berlaku untuk Jakarta juga relatif sama berlaku terjadi di Cianjur. Bila di Jakarta berawan tebal, maka di Cianjur yang hanya berjarak 107 km dari Jakarta, juga berawan tebal. Bila di Jakarta curah hujan tinggi, maka di Cianjur pun relatif sama, yaitu hujan deras dengan intensitas tinggi.
Kita sendiri sama-sama tahu dan mungkin menyadari. Satu tahun ke belakang, rasanya bencana demi bencana kejadiannya relatif merata di Indonesia. Baik bencana alam, epidemi, bencana sosial seperti LGBT, gempa bumi, letusan dan erupsi gunung api, tanah longsor, banjir dan banjir bandang. Bencana lain juga terjadi di sejumlah daerah. Seperti abrasi pantai, angin puting beliung, kebakaran (termasuk kebakaran hutan), gelombang pasang dan badai, peledakan bom, kejadian luar biasa (KLB), hingga kecelakaan transportasi. Terbersit juga dalam pikiran, bisa jadi cuaca ekstrim akhir tahun ini adalah peringatan dini akhir jaman !
Catatan BNPB sendiri hingga 27 Desember 2022, tercatat ada 3481 kejadian bencana pada tahun 2022 di Indonesia. Terbanyak terjadi di Jawa Barat (815 kejadian), lalu diiringi Jawa Tengah (474), Jawa Timur (395), Aceh (221) dan Sulawesi Selatan (135). Infografik dari BNPB ini menunjukkan Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Tengah memerah dengan banyaknya kejadian.
Tentu saja, bencana lain diluar itu sama-sama sangat tidak kita harapkan. Seperti bencana karena konflik sosial, kerusuhan sosial, huru hara, dan sabotase. Baik bencana alam, bencana non alam, maupun bencana sosial, ketiganya sama, yaitu bisa berdampak luas dan besar. Yaitu bisa mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, serta dampak psikologis sehingga mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Bagi saya pribadi, fenomena bencana alam dimana-mana ini sungguh merisaukan. Terlebih kita tahu, kini hujan besar dengan intensitas tinggi sering mengguyur semenanjung Arab. Bahkan banjir bandang juga melanda di Jeddah dan Mekkah. Di tanah Arab yang lain, pemandangan kini kian menghijau dan kian subur. Padahal selama ini, tanah Arab dikenal sebagai kawasan gurun yang kering dan tandus dan jarang diguyur hujan. Tanah subur di beberapa daerah pinggiran kota di tanah Arab sudah terlihat. Ada yang mengatakan bahwa tanah yang terdapat di perkebunan subur itu berasal dari Yaman dan Mesir. Karena di Arab Saudi sendiri tidak ada tanah, tetapi hanya pasir bebatuan saja.
Namun bagi kaum muslim meyakini bahwa mulai menghijaunya tanah Arab ini, menjadi pertanda kuat akan terjadinya kiamat. Hari akhir atau akhir jaman yang makin mendekat. Hadits Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam menyebut jika kiamat memang tidak akan terjadi sebelum tanah Arab kembali hijau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tidak akan datang hari Kiamat sehingga negeri Arab kembali menjadi rerumputan dan sungai-sungai" (HR Ahmad)