Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengapa Masalah Distribusi Bantuan Kebencanaan Selalu Berulang Terjadi?

2 Desember 2022   17:35 Diperbarui: 3 Desember 2022   16:38 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang warga sambil menggendong anak melintas di depan bangunan rumah yang ambruk di Desa Cibulakan, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022).(Foto: KOMPAS.COM/FIRMAN TAUFIQURRAHMAN) 

Sebagai warga yang tinggal di area kebencanaan seperti di Indonesia ini, sungguh saya prihatin. Sepuluh hari terakhir ini berita hoaks, informasi yang tak jelas, kabar bohong, tidak benar, liar berseliweran. 

Ya, hoaks masih beredar di tengah penanganan gempa di Cianjur. Pola yang sama juga terjadi pada bencana-bencana lain sebelumnya di Indonesia.

Seperti rekaman video pergerakan atau pergeseran tanah yang menyeret rumah dan bangunan yang diklaim terjadi pasca gempa Cianjur, ternyata hoaks. Bahkan longsor di India pun, dikaitkan dengan gempa di Cianjur. 

Selain itu, ada juga berita yang tidak benar bahwa gempa Cianjur bisa membuat Gunung Gede dan Gunung Pangrango meletus. Sempat tersebar juga kabar bohong soal dokter gempa Cianjur yang ditolak sebagai relawan. 

Dan terakhir, adanya info bayi-bayi yang siap diadopsi di RSUD Sayang Cianjur, karena ibunya diberitakan jadi korban gempa. Hoax lain terus saja terjadi.

Tak kurang ada 59 aduan hoaks terkait gempa Cianjur diterima Jabar Saber Hoaks (JSH). Unit khusus penanganan isu informasi bohong di lingkup Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jabar ini akhirnya mampu memberikan pemprov Jawa Barat untuk mengklarifikasi 23 hoaks terkait gempa Cianjur. Sebelumnya, BMKG pun sudah mengingatkan masyarakat untuk tidak menyebarkan hoaks terkait gempa.

Beragam berita yang tidak benar dengan narasi tidak benar, tentu saja bisa menimbulkan polemik di masyarakat. Khususnya keluarga bagi korban gempa atau pun masyarakat di sejumlah area yang terkena dampak korban bencana alam gempa bumi ini. 

Informasi yang benar, biasanya menyampaikan lokasi spesifik terdampak, waktu saat peliputan, fakta masalah di lapangan, dampak yang terjadi dan potensi masalah yang akan mungkin terjadi, penilaian profesional atau isi liputan yang lengkap.

Pemerintah sendiri sudah berupaya maksimal menangani bencana ini. Menurut BNPB, sebanyak 3.175 orang tenaga kesehatan telah disebar pada 194 titik pengungsian di delapan kecamatan pascagempa M5,6 Cianjur.

Kemenkes sendiri sudah memobilisasi relawan kesehatan ke sejumlah titik di area terdampak. Setidaknya, sudah ada sekitar 50 organisasi bidang kesehatan yang akan terjun membantu penanganan korban gempa bumi di Cianjur.

Tenaga kesehatan itu terdiri dari dokter umum, perawat, bidan, apoteker, tenaga surveilans, kesehatan lingkungan, ahli gizi, terapis, psikolog, dan beragam dokter spesialis, mendukung pelayanan kesehatan warga terdampak. 

Mereka akan berjibaku di tengah-tengah musim hujan untuk membantu mengatasi masalah penyakit di area terdampak, seperti pernapasan akut (ISPA), gastritis, hingga hipertensi.

Memang diakui, banyak penyaluran bantuan oleh relawan belum merata, dan sudah memberikan bantuan yang lokasi terdampaknya di pinggir jalan saja. Sementara masyarakat terdampak yang tinggal di pedalaman masih terus diupayakan secara maksimal.

Seorang sahabat juga prihatin dengan banyaknya berita bohong ini. Katanya, "Mohon tidak mudah men-justice, karena pemkab dengan satgas sudah berupaya bekerja maksimal walaupun mungkin masih banyak kekurangan".

Proses distribusi logistik turut didukung oleh perangkat daerah Kabupaten Cianjur untuk mendukung bantuan dari banyak pihak. 

Mulai dari BNPB, TNI, Polri, Baznas, BUMN, Kementrian Kesehatan, Kementrian Sosial & Dinas Sosial, Menko PMK, PUPR, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).

Tidak lupa ada Dinas Perizinan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Dinas Perikanan dan Peternakan, Dinas Pertanian, Dinas Industri dan Perdagangan, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Tagana dan Satpol PP.

Bantuan dari beragam institusi ini, menyangkut bantuan sembako, sandang, hunian sementara, material dan logistik. Juga pendirian dan dukungan posko kesehatan dan dapur umum, hingga bantuan spiritual, layanan dukungan psikososial, dan rehabilitasi psikososial. 

Termasuk juga kebutuhan konseling bagi pengungsi khususnya anak-anak dan orang tua jompo sebagai cara untuk memulihkan trauma pasca bencana gempa.

Bantuan pasca bencana, senyatanya sama-sama kita harapkan dapat berjalan dengan baik, sehingga penyaluran bantuan dapat didistribusikan secara optimal ke masyarakat yang terdampak. 

Namun, ada sejumlah masalah yang perlu kita sadari saat ini. Beberapa masalah ini perlu kita carikan solusinya bersama.

Pertama, koordinasi. Sulitnya koordinasi menyebabkan penumpukan logistik dan tidak meratanya bantuan. Ini dapat difahami karena pemberi bantuan.

LSM maupun perusahaan banyak yang terjun langsung memberikan bantuannya ke area terdampak yang terlihat di lokasi bencana. Seperti yang berada di pinggir-pinggir jalan.

Bila ini terjadi tanpa koordinasi dengan pemerintah, maka pendistribusiannya jadi tidak optimal. Padahal, pemerintah adalah pihak berwenang yang memiliki data mengenai daerah yang sudah dan belum tersentuh logistik. 

Lengkap dengan gambaran kebutuhan spesifiknya di lapangan. Relawan dan pendonor diharapkan tidak bergerak sendiri dan berkoordinasi terlebih dahulu dengan Pemerintah Daerah atau BNPB.

Potensi masalah karena kurang koordinasi ini bisa memunculkan kecemburuan antara satu daerah terdampak dengan area terdampak lainnya.

Kedua, lokasi yang sulit diakses. Area terdampak yang tersebar dan luas jadi kendala tersendiri. Dibutuhkan bantuan aparat TNI, Kepolisian, armada helikopter, komunitas motor cross hingga pecinta pendaki gunung untuk bisa mengatasi masalah ini.

Ketiga, masalah komunikasi. Belum lagi tiadanya jaringan komunikasi di awal bencana, selalu menjadi kesulitan tersendiri yang harus segera diatasi. 

Pemerintah sedang mendata dan memetakan wilayah yang terdampak dengan segala kebutuhannya, dan di lain pihak masyarakat belum tahu bagaimana cara mengkomunikasikannya. Mereka hanya pasrah menunggu bantuan, khususnya yang terjadi di area yang terisolir.

Karena senyatanya, setiap area terdampak akan mempunyai kebutuhan yang sedikit berbeda. Mulai dari tenda, sanitasi, air bersih, aliran listrik & penerangan, hingga kebutuan khusus lainnya. 

Seperti handuk, perlengkapan sanitasi wanita, perlengkapan mandi, selimut, masker, makanan kering dan tidak basi, serta pakaian layak pakai, hingga popok bayi, makanan kering bayi serta kebutuhan khusus bagi ibu yang sedang hamil.

Keempat, masalah administrasi atau birokrasi. Namun terakhir, pemda sendiri sudah memotong birokrasi untuk penyaluran bantuan. 

Potensi masalah karena koordinasi dan administrasi atau birokkrasi ini, bisa menimbulkan dampak bantuan logistik yang menumpuk dan berlebih sehingga menjadi kebingungan tersendiri untuk menyalurkannya

Kelima, adanya sebagian masyarakat yang tidak sabar. Mereka langsung meminta ke posko pusat, padahal bantuan sudah disalurkan ke posko-posko terdekat / kecamatan yang mana sebenarnya bantuan sudah disalurkan.

Keenam, fenomena 'wisata' bencana. Masih adanya sebagian masyarakat yang menjadikan area bencana sebagai 'wisata' bencana. Satu mobil bantuan bencana, namun diiringi oleh banyak orang yang ingin melihatnya.

Ketujuh, manajemen kebencanaan yang terintegrasi. Masyarakat dan elemen masyarakat pada umumnya belum mengetahui apakah selama ini ada semacam Continuity of Operational Prosedure (COOP) yang terbuka dan dimiliki oleh banyak pihak terkait. COOP ini bisa dijadikan rujukan bersama.

Itu sehingga dari setiap tahapan penanganan berikut dimensinya, semua pihak akan mengacu pada prosedur yang sama. COOP ini juga harus dimiliki oleh setiap instansi pemerintah, termasuk lembaga layanan publik dan sekolah.

Berpijak dari COOP ini, maka diharapkan masyarakat menjadi tahu bagaimana cara mengakses dan mendapatkan bantuan penyaluran bantuan saat bencana. 

Namun yang lebih penting lagi, masyarakat dan lembaga terkait mengatahui bagaimana COOP ini mengatur kondisi sebelum, selama dan pasca bencana.

Kedelapan, support system yang lengkap dan solid. Yaitu perlunya didata support system yang mampu membantu menjangkau wilayah terisolir selain TNI, Polri, dan BNPB. 

Jangkauan dengan menggunakan helikopter pun untuk area-area tertentu ada kendala tersendiri. Karena itu, beragam komunitas perlu dilibatkan untuk membantu penyaluran bantuan bencana. Seperti komunitas motor trail, jeep off road, komunitas pendaki gunung dari berbagai kampus, dan lain-lain.

Panduan Lengkap Mitigasi Bencana Jadi Kunci Penanganan Bencana

Kini saatnya semua pihak perlu menyadari bahwa senyatanya dibutuhkan kekuatan ekstra untuk pendistribusian logistik yang lebih baik

Targetnya bisa menjangkau setiap penjuru area yang terdampak dengan lebih cepat, akurat dan mampu meminimalisasi dampak yang tidak diharapkan.

Lebih dari itu, saatnya semua pihak kini bisa duduk bersama untuk membuat pemetaan manajemen bencana di derahnya masing-masing. 

Mulai dari kesiapsiagaan pencegahan (prevention preparedness) hingga mampu menyusun SOP lengkap yang melibatkan lembaga dan sumber daya terkait lainnya. Mulai dari respon pada bencana (short term recovery-nya) hingga recovery dan mitigasinya. 

Mulai dari manajemen pra bencana (staffing, assets, IT system, vital record) hingga koordinasi lintas sektoral dan lintas Lembaga terkait. 

Juga termasuk di dalamnya update dan upgrade COOP (atau BCP/Business Continuity Plan) saat post disaster yang mencakup review dan audit kebencanaan. KPK sendiri sudah siap-siap mengambil peran, karena KPK akan pelototi distribusi bantuan ke korban, agar tidak ada praktik korupsi.

Tentu saja, semua pihak pasti berhadap bahwa kita harus banyak belajar lagi untuk duduk bersama dan bersama-sama menyusun manajemen kebencanaan. 

Jangan sampai daerah yang belum tercatat mengalami bencana alam skala besar, akan menghadapi kekisruhan penanganan yang tidak tertata dengan baik. 

Oleh karena itu, senyatanya setiak daerah, lembaga pemerintah dan perusahaan sudah semestinya memiliki mitigasi bencana yang baik. Sehingga, ketika benar-benar terjadi bencana, maka pemerintah, lembaga pemerintah terkait, perusahaan dan masyarakatnya jadi paham dan punya gerak langkah yang sama dengan apa yang harus dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun