Bencana dan musibah itu tidak harus ditakuti. Tapi harus mencerdaskan hati, untuk kian mendekatkan seutas jiwa ini pada keimanan dan ketaqwaan pada sang illahi. Karena selembar nafas ini..., bisa terputus kapan saja dalam sebuah misteri. Hanya kepadanya kita mengabdi, dan hanya kepadanya kita kembali...
Gempa besar bukanlah hari yang besar
Fakta dan sejarah kebencanaan di Indonesia, tentu saja harus menjadikan ini untuk lebih giat lagi berliterasi. Literasi tentang gempa dan bencana, serta bagaimana mitigasinya. Baik untuk individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat luas.
Lebih dari itu, tentu saja bencana demi bencana yang terjadi di Indonesia, haruslah membuat diri kita dan keluarga menjadi semakin cerdas. Rasulullah pernah mengingatkan kita bahwa orang cerdas adalah orang yang mau mengoreksi dirinya dan berbuat untuk kehidupan setelah kematian. Hisablah sebelum dihisab, timbanglah sebelum ditimbang.
Sahabat saya pernah juga mengingatkan, "Pesan lainnya adalah harus tetap waspada dan eling. Contoh ya, saya mah kalau di rumah kostum teh suka sahayuna (suka sekenanya). Ternyata Allah bisa kasih kejutan kapan saja. Kumaha (gimana) kalau kita kena musibah saat tidak menutup aurat. Pantesan katanya orang di Palestina selalu berusaha pake baju lengkap. Karena mereka kan rawan gunjang ganjing".
Sahabat lain pun mengingatkan, "Mencemaskan Mas, akibat fasad atau kerusakan yang dibuat manusia, namun justru harus bisa mencerdaskan bagi orang-orang yang mau berdzikir dan berfikir".
Seorang sahabat di seberang, juga pernah menyampaikan pendapatnya : "Seharusnya tidak mencemaskan, karena untuk yang tidak berfikir setidaknya akan mencari sebabnya sekemampuan data nalar dia. Sedangkan untuk yang berfikir, tentu akan makin mencerdaskan dia bahwa ada hal lain diluar daya nalar dia yag dia tidak pahami, tapi wajib diyakini dengan keimanan".
"Dan, bersiaplah untuk menghadapi hari yang besar, yakni hari diperlihatkannya amal seseorang sementara semua amal kalian tidak tersembunyi dari-Nya.", demikian Umar bin Khattab pernah mengingatkan.
Karena itu, mungpung kita masih diberi waktu, orang yang cerdas adalah yang menegakkan agama demi maslahat dunia-akhirat. Lalu mempersiapkan amal-amal kita apa yang akan dicatat.
Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang Ansar yang dibawa oleh Ibnu Umar untuk menemuinya, "Wahai Nabi, siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia?" Beliau menjawab, "Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka adalah orang-orang yang paling cerdas. Mereka pergi dengan kemuliaan di dunia dan kehormatan di akhirat." (HR at-Tirmidzi).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H