Kasus penghinaan, pelecehan, mengolok-olok, mencela, menghujat, dan menyakiti Nabi, selalu saja terus berulang dan terjadi. Bentuknya beragam. Ada yang tersaji melalui kartun, film, pernyataan serius hingga guyonan. Baik oleh artis, politisi, aktivis, hingga orang biasa yang terpublikasi oleh media. Penyebabnya pun beragam. Ada karena kebencian atau kedengkian, ada pula karena kebodohan semata. Namun ada pula yang sengaja melakukannya semata untuk menyebarkan kebohongan. Di lain pihak, ada juga yang bermotifkan untuk mengumpulkan dukungan, atau mencari panggung bagi dirinya sendiri.
Dampaknya, tentu saja dahsyat. Pecinta dan pembela Nabi akan tersinggung, marah, dan membela Nabinya. Semua Nabi yang diutus Allah, baik yang dikisahkan maupun yang tidak dikisahkan, serta para Rasul Allah, wajib dibela. Bagi kaum muslim, mencintai dan membela Nabi dan Rasul, khususnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah kewajiban. Di beberapa kasus di belahan dunia lain, kasus penghinaan nabi bisa berujung demontrasi dan kerusuhan. Korban pun berjatuhan.Â
Diluar itu semua, segala informasi atau pernyataan yang dapat atau ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan antar-individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA harus diproses hukum. Termasuk perbuatan yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan permusuhan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Langkah untuk memproses hukum, adalah salah satu cara efektif untuk mengurangi kegaduhan atau potensi dampak destruktif lainnya.
Hampir selalu, kasus penghinaan nabi dimana pun ini terjadi, bisa menyulut kemurkaan kaum muslimin di penjuru dunia. Para kaum muslimin pun selalu menanti dan memantau, bagaimana reaksi pemerintahnya bila ada warganya menodai kemuliaan dan keagungan pribadi Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah r.a. dalam bukunya, yaitu Ash-Shaarimul Masluul (Pedang Terhunus), mengatakan, "Sesungguhnya siapa pun yang menghina Nabi Saw. baik muslim mapun kafir, wajib dihukum mati, inilah pendapat mayoritas ulama". Lebih lanjut Ibnu Taimiyah mengatakan, "Muhammad bin Sahnun berkata, 'Para ulama sepakat bahwa pencela dan penghina Nabi Saw. adalah kafir, ancaman berupa adzab Allah berlaku baginya. Sedangkan menurut umat Islam hukumannya adalah hukuman mati. Barang siapa meragukan kekafiran dan adzab atas pelakunya maka ia juga kafir...'"
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairy, mengatakan bahwa perkataan dan keyakinan yang menyebabkan menjadi kafir di antaranya adalah ia telah menghina Allah Swt., atau menghina salah seorang dari Rasul-Nya, atau menghina salah satu dari malaikat-Nya. Pendapat yang lain, ada yang menyatakan bahwa jenis kekufuran dan memerangi Allah, Al Qur'an, agama Islam dan nabi-Nya, dosanya lebih besar daripada kemurtadan semata.
"Mengapa kepada Allah, dan ayat-ayat-Nya serta rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak perlu kamu meminta ma'af, karena kamu telah kafir setelah beriman." (QS. At-Taubah, 9: 65-66).
Lalu apa yang harus dilakukan ?
Pertama, tangkap dan adili. Para penghina nabi, agama, termasuk agama Islam, atau Al Qur'an harus segera ditangkap dan diadili. Segala bentuk pembelaan dan klarifikasi, silakan disampaikan dihadapan majelis hakim. Sikap tegas ini, semata-mata agar bisa memberikan efek jera dan tidak menjadikan preseden buruk kedepan.
Kedua, setiap muslim wajib melakukan pembelaan terhadap agama Islam, Al Qur'an, Nabi dan Rasul-Nya. Termasuk didalamnya meluruskan pemahaman-pemahaman yang keliru, salah atau sesat. Juga menyampaikan sejarah dan memberikan penjelasan yang benar dan lurus yang selaras dengan fitrah manusia. Ya, karena kebenaran harus ditampakkan, disyiarkan dan didakwahkan, sepanjang jaman.
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukkanmu." (QS. Muhammad, 47: 7), dan "Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa." (QS. Hajj, 22:40).
Sungguh, Nabi pun amat sangat berharap kepada hamba Allah yang beriman untuk mencintai dan membela agama Allah, Islam, Al Quran dan Rasulullah.
"Masih tetap ada dari segolongan umatku yang menegakkan perintah Allah. Tidak menghambat dan tidak mengecewakan mereka orang-orang yang menentangnya sampai tiba keputusan Allah. Mereka masih tetap konsisten (mantap) baik dalam sikap maupun pendiriannya." (HR. Al-Bukhari & Muslim).
Mencintai nabi itu wajib. Salah satu bentuk kecintaan itu adalah dengan menjaga nama baik, kemuliaan dan keagungan Nabinya. Rasulullah pernah berkata, "Umatku yang paling mencintaiku adalah kaum yang datang sesudahku, seseorang dari mereka rela kehilangan keluarga dan hartanya asal ia dapat melihatku (bersua denganku)." (HR. Ahmad melalui Abu Darr r.a.).
Ketiga, lanjutkan dan teruslah berdakwah. Baik itu dakwah secara pribadi, maupun dakwah yang dilakukan oleh berbagai lembaga maupun oleh organisasi kemasyarakatan. Yaitu, tetap melakukan program syiar yang menunjukkan bahwa Islam itu agama rahmatan lil alamin. Termasuk didalamnya, memberikan penjelasan nilai-nilai ajaran Islam yang benar, murni, utuh, luhur dan mulia, kepada mereka yang tidak paham Islam. Antara lain seperti, menunjukkan kesaksian tulus dan jujur dari orang-orang nonmuslim lainnya atas kebenaran Islam.
Lebih jauh, syiar ini ditujukan juga untuk menunjukkan realitas dan citra peradaban Islam yang sesungguhnya kepada masyarakat luas dan dunia.
Kini, ditengah hingar bingarnya media sosial dan kemudahan akses media digital, kaum muslim wajib secara bijak mensikapinya. Jadikan media sosial sebagai salah satu sumber ilmu agama yang bisa lebih mendekatkan diri kita kepada Allah. Bisa juga kita jadikan sebagai media dakwah. Yaitu dengan mengisinya sebagai content creator dengan kemasan kekinian, namun tetap merujuk pada ajaran yang benar, utuh, dan sesuai syariat Islam. Dakwah dan syiar Islam ini, akan bagus dan cukup efektif bisa dilakukan dengan strategi social media domination.
Sudah sepantasnya di akhir jaman ini, kita memprioritaskan dan perbanyak program-program yang mengarahkan pada tuntunan, bukan tontonan. Karena tontonan itu bisa melenakan dan meninabobokan. Waktu terbuang, skill tak berkembang, dan kesempatan banyak yang terabaikan.
"Dan janganlah terlalu banyak tertawa. Sesungguhnya terlalu banyak tertawa dapat mematikan hati." [HR. Tirmidzi]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H