Dalam sebuah wawancara eksklusif, seorang motivator dan pengusaha wanita bertanya pada seorang presenter wanita, yang juga berperan sebagai jurnalis, aktris, feminis, dan aktivis berkebangsaan Indonesia. Presenter wanita muda ini adalah sosok wanita karir yang humble, positif, dan idealismenya tetap konsisten. Sang motivator pun bertanya pada sang presenter.
"Apa yang membuat Mbak bangga ?"
Dalam beberapa detik, sang presenter pun nampak sedikit terkejut dan agak bingung dengan pertanyan itu. Namun jawabannya tetap cantik secantik dirinya yang charming.
"Mmm.... Bangga ?", sambil nengok ke kanan, dan membetulkan rambut pendeknya dengan tangan kirinya. Jelas ia nampak berpikir keras untuk bisa cepat menjawabnya. Lalu, ia pun melanjutkan.. "Kalau karyanya, atau apa yang aku lakukan itu... bisa berdampak ke orang lain". Di momen tayangan itu, saya melihat ada sedikit ketidaknyaman dan sedikit kekikukan bagaimana ia bisa menjawab pertanyaan itu.
Di kesempatan lain, tak jarang pejabat publik yang diberi kesempatan untuk menyampaikan apressiasi pada pencapaian sebuah restasi mengatakan :
"Kita semua bangga dengan pencapaian ini, semoga prestasi yang mengagumkan ini menjadi tonggak sejarah dan dicatat dengan tinta emas untuk pencapaian prestasi yang lebih baik di masa yang akan datang. Dan kita yakin, hal ini bisa kita capai dan kita usahan itu, demi bangsa dan negara ini".
Dalam kehidupan sehari-hari, tak jarang orang suka bangga lalu mempertontonkan atau menyampaikan kebanggaan itu. Bangga seorang kakek dengan cucunya, bangga seorang ibu dengan prestasi dan karir anaknya, atau bangga seorang guru pada anak didiknya. Bangga pada prestasi masa lalunya, bangga pada semakin banyak kesibukan dakwahnya, bangga pada team karyawan bawahannya, dan juga kebanggaan-kebanggaan lainnya.
Contoh lain, orang biasa bangga bila ada banyak gelar yang tersemat di depan dan dibelakang namanya. Sementara bagi seorang pembelajar, ia bersyukur masih banyak orang dan pihak yang membutuhkan pengalaman, keahlian, dan inspirasinya. Ya, orang biasa fokus pada penambahan atau banyaknya gelar, pembelajar sejati fokus kepada siapa lagi ia akan berbagi. Jadi kedepan, kata "bangga" ini sebaiknya kita ganti dengan kata "syukur" atau kata-kata lain yang positif.
Hal yang sangat menarik, David R. Hawkins, MD., PhD pernah memaparkan riset yang berkait tentang "The Level of Human Consciousness". Yaitu bahwa setiap kata mengandung rasa dan energi tertentu. Lebih jauh, Hawkins menjelaskan bahwa level energi emosi atau perasaan ada pada setiap kata. Sebagai contoh emosi atau energi emosi atau perasaan positif, bisa terwakili oleh rasa atau kata yang digunakan.
Berturut-turut, ini kata positif itu yang menunjukkan level energi emosi atau perasaan yang semakin besar dan kuat. Dimulai dari : Berani, Netralitas, Kemauan, Penerimaan, Berpikir, Cinta, Suka Cita, Kedamaian, dan yang paling tinggi Pencerahan. Kata-kata positif itu adalah sebuah "Power", dimana energi, emosi dan prosesnya bisa menunjukkan "wisdom" dan bersifat "expended". Sedangkan kata negatif, itu menunjukkan sebuah "Force" yang menunjukkan karakter "reptilians" dan "contracted". Mengkerutkan potensi dan anugrah yang sudah ada.