Mohon tunggu...
Agung MSG
Agung MSG Mohon Tunggu... Wiraswasta - Insan Pembelajar

Agung MSG adalah seorang trainer dan coach berpengalaman di bidang Personal Development dan Operasional Management, serta penulis buku: Be A Rich Man (Pustaka Hidayah, 2004), Retail Risk Management in Detail (IMan, 2010), dan The Prophet Natural Curative Secret – Divinely, Scientifically and Naturally Tested and Proven (Nas Media Pustaka, 2022). Aktif mengajar di Komunitas E-Flock Indonesia di 93 kota di 22 provinsi di Indonesia, serta memberikan pelatihan online di Arab Saudi, Ghana, Kamboja, Qatar, dan Thailand. Agung juga dikenal sebagai penulis lepas di berbagai majalah internal perusahaan, blogger di Medium.com, dan penulis aktif di Kompasiana.com. Dengan pengalaman memberikan pelatihan di berbagai asosiasi bisnis, kementerian, universitas, sekolah, hingga perusahaan publik di 62 kota di Indonesia, Agung MSG mengusung filosofi hidup untuk mengasihi, menyayangi, berbagi, dan berkarya mulia. @agungmsg #haiedumain email: agungmsg@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Orang Bijak, Diplomat, Leader Hebat, Gunakan Cara Ini!

23 Oktober 2022   20:27 Diperbarui: 23 Oktober 2022   20:48 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era HEMMATT selama tiga tahun terakhir ini kian terasa. HEMMATT adalah era perubahan yang dahsyat dan ditandai dengan ciri yang Hiperkompetitif, Ekstrim, Mendasar, Membahayakan, Akseleratif, Tak Terpola, dan Tak Terduga. Lebih ringkas, orang menyebutnya sebagai Era VUCA : Volatilitas yang tidak tentu dan fluktuatif, Uncertainty - ketidakpastian yang tinggi, Complexity, dan Ambiguitas, ketidakjelasan.

Semua itu, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, mempengaruhi mindset, sikap dan perilaku kita sehari-hari. Baik dalam konteks keluarga, relasional kemasyarakatan, gonjang-ganjing kepentingan politik, hingga karir dan profesi kita sekarang.

Masalahnya adalah seringkali tanpa kita sadari, semua perubahan yang HEMMATT itu bisa mengikis keterampilan kita dalam berkomunikasi. Ini disebabkan karena ada banyak hal yang bisa menyebabkan kita, agak sulit untuk berpikir konstruktif. Berpikir konstruktif itu bukan saja hanya berpikir positif, namun sudah proaktif. Dengan kata lain, bila berpikir positif itu hanya pada obyek yang dipikirkan, maka berpikir konstruktif lebih pada sikap atau tindakan kedepan apa yang akan kita ambil.

Ini perlu disadari sepenuhnya oleh kita, karena pikiran negatif bisa menyebabkan kita memilih kata yang negatif. Kata yang negatif, pada akhirnya bisa menyebabkan emosi yang negatif. Sementara penyebab pikiran negatif sendiri, itu bisa banyak penyebabnya. Mulai disebabkan dari pengalaman masa lalu yang pernah dialami, kesehatan yang tidak fit, masalah keuangan, kurangnya percaya diri, hingga bisa juga karena over thinking. Penyebab pikiran negatif juga bisa disebabkan karena ambisi yang terlalu tinggi dimana harapan dan tujuan tidak sesuai dengan kemampuan, atau tidak realistis.

Sampai tahapan ini, mari kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi, apakah selama ini kita sadar sesadar-sadarnya dalam memilih kata-kata yang positif, atau berjalan begitu saja. Pakar pengembangan diri Tonny Robbins dalam bukunya "Awaken Giant Within" pernah mengingatkan kita. Katanya, kosa kata yang sering kita pakai itu sangat terbatas. Padahal jumlah kosakata dalam bahasa Inggris misalnya, ada lebih dari satu juta kosa kata. Kosa kata dalam bahasa Indonesia 127.000 (beritasatu.com).

Ingat, dan ini penting : Kata itu membentuk keyakinan, dan tentu saja mempengaruhi tindakan kita.  

Menurut Robbins, orang rata-rata menggunakan emosi kesedihan 264 kosa kata. Seperti : melankolis, memilukan, menyedihkan, muram, sangat sedih, sebal, sedih, suka murung, dan lain sebagainya. Namun, saat orang berada dalam emosi kegembiraan, rata-rata orang hanya menggunakan kurang dari separuhnya, yaitu hanya : 105 kosa kata. Seperti : bahagia, ceria, lega, gembira, lega, lincah, penuh gairah, senang

Dari kedua angka perbandingan diatas, bisa jadi itulah mengapa kita agak sulit menampakkan atau menyampaikan emosi gembira, dibandingkan dengan emosi negatif.

Sekarang, mari kita belajar secara langsung, dengan merubah ekspresi atau emosi negatif atau destruktif, untuk ditransformasikan menjadi positif atau konstruktif.

Misalnya, daripada mengatakan : "Saya benci", mendingan kita ganti dengan kata : "Saya lebih suka", atau "Saya tidak suka". Daripada mengatakan "Goblok itu orang", mendingan kita ganti dengan : "Sepertinya orang itu sedikit bingung... ".

Ayo, simak satu persatu contoh kata dibawah ini :

Baca juga: Bisa - Jadi - Punya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun