Era HEMMATT selama tiga tahun terakhir ini kian terasa. HEMMATT adalah era perubahan yang dahsyat dan ditandai dengan ciri yang Hiperkompetitif, Ekstrim, Mendasar, Membahayakan, Akseleratif, Tak Terpola, dan Tak Terduga. Lebih ringkas, orang menyebutnya sebagai Era VUCA : Volatilitas yang tidak tentu dan fluktuatif, Uncertainty - ketidakpastian yang tinggi, Complexity, dan Ambiguitas, ketidakjelasan.
Semua itu, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, mempengaruhi mindset, sikap dan perilaku kita sehari-hari. Baik dalam konteks keluarga, relasional kemasyarakatan, gonjang-ganjing kepentingan politik, hingga karir dan profesi kita sekarang.
Masalahnya adalah seringkali tanpa kita sadari, semua perubahan yang HEMMATT itu bisa mengikis keterampilan kita dalam berkomunikasi. Ini disebabkan karena ada banyak hal yang bisa menyebabkan kita, agak sulit untuk berpikir konstruktif. Berpikir konstruktif itu bukan saja hanya berpikir positif, namun sudah proaktif. Dengan kata lain, bila berpikir positif itu hanya pada obyek yang dipikirkan, maka berpikir konstruktif lebih pada sikap atau tindakan kedepan apa yang akan kita ambil.
Ini perlu disadari sepenuhnya oleh kita, karena pikiran negatif bisa menyebabkan kita memilih kata yang negatif. Kata yang negatif, pada akhirnya bisa menyebabkan emosi yang negatif. Sementara penyebab pikiran negatif sendiri, itu bisa banyak penyebabnya. Mulai disebabkan dari pengalaman masa lalu yang pernah dialami, kesehatan yang tidak fit, masalah keuangan, kurangnya percaya diri, hingga bisa juga karena over thinking. Penyebab pikiran negatif juga bisa disebabkan karena ambisi yang terlalu tinggi dimana harapan dan tujuan tidak sesuai dengan kemampuan, atau tidak realistis.
Sampai tahapan ini, mari kita berhenti sejenak untuk berintrospeksi, apakah selama ini kita sadar sesadar-sadarnya dalam memilih kata-kata yang positif, atau berjalan begitu saja. Pakar pengembangan diri Tonny Robbins dalam bukunya "Awaken Giant Within" pernah mengingatkan kita. Katanya, kosa kata yang sering kita pakai itu sangat terbatas. Padahal jumlah kosakata dalam bahasa Inggris misalnya, ada lebih dari satu juta kosa kata. Kosa kata dalam bahasa Indonesia 127.000 (beritasatu.com).
Ingat, dan ini penting : Kata itu membentuk keyakinan, dan tentu saja mempengaruhi tindakan kita.
Menurut Robbins, orang rata-rata menggunakan emosi kesedihan 264 kosa kata. Seperti : melankolis, memilukan, menyedihkan, muram, sangat sedih, sebal, sedih, suka murung, dan lain sebagainya. Namun, saat orang berada dalam emosi kegembiraan, rata-rata orang hanya menggunakan kurang dari separuhnya, yaitu hanya : 105 kosa kata. Seperti : bahagia, ceria, lega, gembira, lega, lincah, penuh gairah, senang
Dari kedua angka perbandingan diatas, bisa jadi itulah mengapa kita agak sulit menampakkan atau menyampaikan emosi gembira, dibandingkan dengan emosi negatif.
Sekarang, mari kita belajar secara langsung, dengan merubah ekspresi atau emosi negatif atau destruktif, untuk ditransformasikan menjadi positif atau konstruktif.
Misalnya, daripada mengatakan : "Saya benci", mendingan kita ganti dengan kata : "Saya lebih suka", atau "Saya tidak suka". Daripada mengatakan "Goblok itu orang", mendingan kita ganti dengan : "Sepertinya orang itu sedikit bingung... ".
Ayo, simak satu persatu contoh kata dibawah ini :