Sungguh, saya terkejut saat kemarin saya baru tahu bahwa Mas Aiman pamit dari layar KompasTV. Padahal, sajian reportase investigasinya, sering menemani makan malam keluarga kami dari rekaman di channel YouTube. Saya baru ngeh sekarang, pantesan hampir lebih dari seminggu ini kami tak lagi mendapatkan acara Aiman di KompasTV. Rupanya Aiman udah mengundurkan diri dari KompasTV.
Saya pun tak mau tergoda kenapa Mas Aiman mengundurkan diri dari KompasTV. Apakah ini ada hubungannya dengan acaranya yang sedang menginvestigasi konsorsium 303? Atau juga karena ia sudah menginvestigasi kasus-kasus besar lainnya?
Entahlah. Yang jelas, bila saya fokus kesini, maka akan ada beragam pikiran, teori konspirasi dan mungkin kecurigaan yang semua itu bisa liar dan tak terkendali. Kali ini, saya hanya ingin menyorotinya dari sisi idealisme, ethos kerja dan dampak liputannya sebagai seorang jurnalis professional pada khalayak dan kepentingan publik. Konten dan gaya pembawaan Mas Aiman, sudah kami sukai sejak ia berkarir di RCTI.
Disisi lain, saya sendiri pun meyakini dan memastikan bahwa Mas Aiman itu bukanlah tipikal quitter atupun camper. Ia senyatanya sudah lama berada di stage climber.
Jadi saatnya ia mengambil kesempatan pada jabatan yang lebih tinggi untuk masuk ke role dan karakter reformer. Saya pun yaqin seyaqin yaqinnya - meminjam istilah pelawak Asmuni - bahwa bakat manajemen Mas Aiman, tanpa ia sadari sudah langsung mengkalkulasi "opnion count" dari netizen-netizennya yang berkualitas. Artinya, saat ia punya misi dan tujuan yang mulia, maka tentu saja ia akan dengan mudah menjadi sahabat setia jurnalis dan netizen Indonesia.
Karakter reformer Mas Aiman sendiri begitu nampak, karena saat ia merasa ada kegundahan dan nuraninya tergerak, maka ia akan langsung bekerja turun ke lapangan. Ia melakukan investigasi yang mendalam. Idealismenya, menuntunnya untuk memburu "kegundahan" untuk menegakkan kebenaran dengan membongkar beragam lapisan pengamanan.
Dengan "mission statement" yang luhur dan mulia, dibalut dengan tagline "Ekslusif, Hanya Di Aiman", Mas Aiman punya kelas tersendiri. Ia senantiasa menyajikan berita dengan jujur, lugas, berani, berintegritas, cerdas, dan bicaranya terstruktur.
Tidaklah mengherankan ia kini mampu menjadi top of mind jurnalis berkelas di Indonesia. Dan rasanya tak berlebihan, bila saya pribadi menempatkannya sekelas Najwa Shihab. Karena, Mas Aiman mampu mengemas produk jurnalismenya dengan bahasa sastra yang kuat, elegan, dan tetap santun. Persis, sekuat ia memegang 10 elemen jurnalisme ala Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Mundurnya Aiman dari KompasTV justru semakin menancapkan personal branding-nya sebagai jurnalis teladan yang kini jadi idola. Karena ia senantiasa bersikap netral dan obyektif untuk senantiasa menyuarakan hati nurani publik
Tidaklah mengherankan bila ada netizen yang spontan mengatakan bahwa Aiman adalah anak bangsa yang cerdas dan peduli akan sesama. Netizen lain memujinya, "Masya Allah, Bang Aiman hebat memilih sesuatu yang mulia untuk hidupnya". Karena sebaik baiknya fatwa adalah suara hati yang bersih, luhur dan mulia.
Kita tahu, momen mundurnya Mas Aiman dari KompasTV hampir berbarengan dengan purna tugasnya Pak Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI. Lalu, saya sendiri melihat ternyata ada benang merah antara Aiman & Anies Baswedan. Keduanya, kini tengah berada di "engagement hierarchy", yaitu pertumbuhan untuk tetap progress, belajar, dan bertumbuhkembang. Jejak Mas Aiman dan Anies Baswedan, sungguh inspiratif dan luar biasa.