Akhir-akhir ini, populer istilah Citayam Fashion Week. Istilah ini untuk menunjuk gaya busana anak-anak pinggiran Jakarta yang datang ke Ibukota dengan pakaian yang unik dan terkadang nyeleneh.
Para remaja yang datang ke seputar Stasiun Sudirman dan Dukuh Atas, Jakarta ini kebanyakan berasal dari Citayam, Bojonggede, dan Depok (CBD). Sebagian lagi dari Bekasi dan sekitarnya. Aksi nongkrong mereka setiap akhir pekan menarik perhatian banyak orang dan viral.
Ada dua hal yang membuat mereka viral. Pertama, outfit mereka yang unik dan tampil se-wah mungkin.
Kedua, karena tumpukan sampah yang mereka tinggalkan saat meninggalkan lokasi nongkrong. Untuk alasan kedua, memang harus ditertibkan. Nongkrong boleh, nyampah jangan.
Mengapa anak Citayam main sampai Jakarta?Â
Sebagian orang memandang sinis dengan aksi anak-anak baru gede ini. Alasan penguatnya tentu karena sampah yang ditinggalkan.
Namun, hal ini sepertinya akan segera teratasi, karena Satpol PP akan berjaga dan menegur mereka yang meninggalkan sampah sembarangan.
Perkara gaya pakaian yang unik dan bagi sebagian orang dianggap norak, tentu kita tidak bisa menghakimi atau menyalahkan. Toh, mode berpakaian itu masalah selera dan juga modal. Menurut saya, tak ada kebenaran mutlak dalam berpakaian. Semua kembali ke selera dan modal.
Daripada ngomongin gaya berpakaian, ada hal mendasar yang lebih penting untuk ditelisik. Mengapa anak-anak CBD dan sekitarnya sampai rela jauh-jauh datang ke Jakarta. Mengapa mereka tidak main di sekitar tempat tinggal mereka dan menggelar fashion week di Citayam, Bojonggede, Cilebut, dan sekitarnya.
Jawabannya sebenarnya simpel. Mereka hanya mencari ruang publik yang nyaman dan mudah diakses. Di mana tempatnya? Jawabannya tentu saja mudah ditebak. Jakarta memang mutlak jadi tujuan utama. Tak ada yang bisa menyainginya.