Mohon tunggu...
agung marhaenis
agung marhaenis Mohon Tunggu... Administrasi - penulis

Pecinta kata, kopi, kuliner, dan kebun.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengabadikan dan Menyebarkan Kebaikan Melalui Tulisan

1 Maret 2018   16:46 Diperbarui: 1 Maret 2018   16:52 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: kickstarter.com

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. ~Pramoedya Ananta Toer.

Pernahkah Anda mendengar nama Ibnu Jauzi? Saya hampir yakin Anda belum pernah mendengarnya. Tapi bila nama Ibnu Battutah disebut, hampir pasti Anda akan tahu kisah pengembara dari Maroko ini. Padahal tanpa adanya sosok Ibnu Jauzi, mungkin Anda tak pernah mengenal nama Ibnu Battutah. Mengapa? Baca keterangan di bawah.

Ibnu Jauzi adalah penulis dari Maroko yang mendapat tugas dari Sultan Maroko, Abu Inan agar menuliskan kisah perjalanan Ibnu Battutah. Meskipun sudah bertualang di berbagai negari, tapi Ibnu Battutah bukan pencatat yang baik. Dia menuliskan kisah perjalanannya secara acak dan tidak sistematis. Banyak di antaranya bahkan tidak dicatat dan hanya diceritakan secara lisan. Ibnu Jauzi-lah yang menuliskannya secara sistematik hingga akhirnya terbit Rihla, buku catatan perjalanan Ibnu Battutah yang legendaris.

Ibnu Jauzi mengurutkan tahun kejadiannya sehingga ceritanya lebih enak dibaca dan dipahami. Rihla adalah salah satu bukti bahwa tulisan yang sistematis dan disusun dengan baik bisa menjadi warisan dunia. Tanpa ketekunan dan kejeniusan Ibu Jauzi, mungkin warga dunia tidak akan pernah tahu petualangan Ibnu Battutah yang luar biasa dengan mengunjungi 44 negara dalam 29 tahun.

Banyak sekali contoh yang bisa diajukan untuk membuktikan bahwa menulis adalah sebuah kerja untuk menciptakan keabadian. Anda pasti tahu buku Di Bawah Bendera Revolusi yang ditulis oleh Bapak Bangsa, Soekarno. Bayangkan bila Soekarno tidak pernah menuliskan ide-idenya dalam bentuk buku, mungkin kita tidak akan tahu pemikiran Soekarno dalam bidang politik dan kebangsaan atau setidaknya hanya orang-orang terdekatnya yang mengetahuinya.

Beruntung Soekarno menuliskannya. Meskipun sempat jadi buku terlarang, beberapa orang menyimpannya dan tulisan tersebut abadi dan bisa dicetak ulang. Buku setebal 627 bahkan di sudah dicetak ulang pasca-reformasi. Jadi semakin banyak orang yang bisa mengaksesnya. Buku ini juga sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris. Jadi pemikiran Soekarno bukan hanya diwariskan kepada masyarakat Indonesia, tapi juga masyarakat dunia.

Dua contoh diatas memberikan gambaran yang jelas dan jernih, bahwa menulis adalah sebuah kerja keabadian. Pemikiran atau kisah yang terjadi puluhan, bahkan ratusan tahun yang lalu bisa tetap abadi bila dituliskan. Bila kisah atau pemikiran tersebut tidak dituliskan dan hanya diceritakan secara lisan, kemungkinan bisa bertahan sampai ratusan tahun akan sulit. Seandainya bisa, penyebarannya juga tidak bisa seluas dibanding tulisan.

Di era digital sekarang ini menulis dan menyebarkan tulisan semakin mudah. Untuk mencari bahan tulisan misalnya, kita bisa mencarinya di media sosial, media online, bahkan jurnal berkelas dengan relatif mudah. Cara menyerkannya bisa juga sangat mudah mulai dari media sosial, blog, dan media umum.

Kompasiana adalah salah satu media yang  menyediakan ruang bagi netizen untuk menulis. Kelebihan dari Kompasiana adalah tulisan netizen dimoderasi dan dikurasi, sehingga kualitasnya bisa terjaga. Kompasianer tidak bisa sembarangan mengunggah tulisan. Untuk tulisan dengan konten negatif yang mengandung pornografi, SARA, ucapan kebencian, hoax, dan sejenisnya sudah pasti tidak bisa ditampilkan. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan apresiasi tinggi, karena sudah mencegah penyebaran konten negatif yang bisa merugikan dan membodohi masyarakat.  

Kembali kepada pembahasan awal, marilah kita membiasakan diri untuk menulis, karena aktivitas ini akan mengantar kita pada sebuah kerja keabadian. Kita bisa mewariskan ilmu dan pengetahuan kita kepada anak-cucu, bahkan kepada masyarakat melalui tulisan. Jangan mewariskan pesimisme, kebencian, hoax,dan nilai keburukan lainnya. Sehebat-hebatnya kita, secerdas-cerdasnya kita, bila tidak mengabadikan ilmu dan pengetahuan kita melalui tulisan, semuanya akan hilang ditelan zaman. Saya setuju dengan pemikiran Pramoedya.

Jadi mulai sekarang, mari kita menulis hal-hal baik dan bermanfaat bagi sesama lalu kita sebarkan sebanyak-banyaknya. Semakin banyak orang menyebarkan tulisan dengan konten berkualitas dan bertanggung jawab, rasanya hoax akan tergerus dengan sendirinya dari masyarakat. Jadi Kompasianer, mari kita memulai kerja keabadian dan kebaikan tersebut di sini, di Kompasiana. Mari kita membuat Indonesia lebih baik di masa depan bermodal tulisan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun