Kamijo tiduran di sofa ruang keluarga setelah salat ashar. Dia membuka hape miliknya dan melihat beberapa temannya mengganti foto profilnya yang bersandingan dengan "Aku Indonesia, Aku Pancasila". Dia tertarik dan menganggap foto profil tersebut keren. Wangun kata orang kampungnya.
Saat asyik mencari foto diri yang akan digabungkan dengan tulisan "Aku Indonesia, Aku Pancasila", istrinya keluar dari dapur membawa semangkuk kolak.
"Mau ke mana bu?"
"Ini mau mengantar kolak ke Oma," kata istrinya. Oma adalah panggilannya untuk tetangga sebelah rumah yang keturunan Tionghoa.
Istrinya berlalu dan Kamijo melanjutkan mencari-cari foto yang akan disandingkan dengan tulisan keren yang akan membuat dirinya makin keren dan orang akan tahu betapa cintanya dia kepada negeri bernama Indoesia dan falsafah negara: Pancasila.
Tak berselang lama, istrinya sudah kembali. Tangannya tetap membawa mangkuk, tapi berbeda dengan mangkuk yang dibawa tadi. Mangkuk dari rumah berwarna putih, tapi sekrang berwarna bening. Anehnya, isinya tetap sama, yaitu kolak.
"Kok kolaknya dibawa pulang?" tanya Kamijo penasaran.
"Lha gimana gak dibawa pulang, Oma juga masak kolak dan kita dikasih. Gak mungkin ditolak kan?" kata istrinya sambil tertawa. Ah, tambah manis istrinya yang memakai daster seharga 25 ribu yang dibelikan Kamijo di Malioboro dulu.
Oma. Mengingat nama itu, Kamijo teringat pada kebaikan-kebaikan yang sering dia dapatkan dari perempuan tersebut. Dia ingat, waktu membangun dapur di rumah tipe 21 miliknya dan kekurangan batu untuk pondasi, Oma menawarkan batu miliknya, sisa pembangunan rumahnya.
"Udah pakai saja batu ini, saya udah gak kepakai juga," kata Oma.
Kamijo sempat ingin menggantinya dengan beberapa lembar uang di dompetnya, tapi Oma menolaknya.