Mohon tunggu...
Agung Julipriohadi
Agung Julipriohadi Mohon Tunggu... -

Dokter Umum, VTP Surgeon, Clinic Medical Manager, Magister Administrasi Rumah Sakit

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasien Jadi Bola Ping Pong, Sosialisasi BPJS Masih Buruk

23 Juli 2014   18:39 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:27 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hingga bulan Juli 2014 ini, Penulis mengamati perjalanan pelayanan kesehatan BPJS di Jakarta. Sebuah fenomena perilaku yang diperkirakan oleh penulis akan terjadi di tahun pertama implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (*nama sistemnya menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.40 tahun 2004) di Indonesia per 1 Januari 2014 akhirnya dialami sebagian besar peserta Badan Jaminan Kesehatan Sosial alias BPJS (*nama pengelola sistemnya menurut UU RI no.40 tahun 2004).

PARA PESERTA BPJS MENJADI BOLA PING-PONG

Tingginya antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi aktif menjadi peserta BPJS tidak ditunjang dengan manajemen informasi yang baik dan sosialisasi yang komprehensif oleh BPJS. Masyarakat banyak yang mengeluhkan mengenai prosedur pelayanan peserta BPJS. Karena sepengatahuan para peserta, pelayanan dapat dilakukan di semua tingkat fasilitas kesehatan yang bisa melayani peserta BPJS. Pengetahuan ini tidak salah, memang demikian pemahaman masyarakat umumnya.

Kepesertaan yang sifatnya WAJIB SEUMUR HIDUP dengan tanggungan yang luas membuat mereka sedikit terkurangi beban hidupnya. Terutama bagi peserta yang memiliki penyakit kronis seperti Hipertensi, Diabetes Melitus tipe 2, Jantung, PPOK, HIV, TBC, dan beberapa penyakit lainnya; peserta yang sedang menjalani Keluarga Berencana, dan peserta bayi yang membutuhkan vaksinasi dasar.

----

Alangkah terkagetnya peserta ketika mereka harus dirujuk oleh fasilitas kesehatan yang selama ini dianggapnya berkualitas dan mumpuni mengobati penyakit kronis mereka, sekarang tidak lagi demikian. Mereka harus dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan obat dari spesialis di rumah sakit (disebut sebagai rujukan). Dokter kesayangan mereka memberikan surat rujukan untuk mengambil obat penyakit kronisnya di rumah sakit. Dengan mengucap maaf, sang Dokter telah terikat oleh aturan fasilitas kesehatan tentang efisiensi dan tepat pengelolaan.

----

Prinsip Rujukan pelayanan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi adalah berjenjang / horizontal. Dari Fasilitas Kesehatan Primer (puskemas, klinik, dokter mandiri) ke Fasilitas Kesehatan Lanjutan (Rumah Sakit) tipe D, lalu ke RS C, lalu ke tipe B, lalu ke tipe A atau RS Khusus.

----

Bayangkan saja jika Anda mengantar keluarga (peserta BPJS) seorang penderita GAGAL JANTUNG GRADE 2 dirujuk dokter kesayangan keluarga di Klinik Favorit Anda (kebetulan klinik tersebut baru bekerja sama dengan BPJS) ke rumah sakit umum daerah (RSUD) A, DITOLAK setelah mengantri dari subuh hingga sore hari di RSUD A begitu tiba gilirannya masuk Poli Spesialis Jantung.

Alasannya, karena RSUD A TIDAK MENERIMA RUJUKAN PESERTA BPJS DARI KLINIK, HANYA DARI PUSKESMAS. Bisa Anda bayangkan bagaimana rasanya ? Anda dan keluarga Anda pulang dengan tangan kosong padahal Anda tahu keluarga Anda membutuhkan obat untuk mengurangi penderitaannya. Kecewa ?

Dengan penjelasan petugas tersebut, Anda membawa keluarga Anda yang masih sesak itu ke Puskesmas untuk meminta Surat Rujukan yang dimaksudkan. Sesampainya di Puskesmas, Anda kembali mendapat penolakan. Sang Dokter Puskesmas berkali-kali meminta maaf karena kepesertaan BPJS keluarga Anda bukan di Puskesmas tersebut. Sehingga tidak bisa memberikan apa-apa.

Bagaimana rasanya sekarang ? Sudah mulai bingung ?

Akhirnya, Anda dan keluarga Anda yang sakit itu kembali ke Klinik Keluarga menjelaskan bahwa Surat Rujukan yang diberikan Tidak Berlaku. Mendengar penjelasan Anda, sang Dokter prihatin. Namun, Dokter tersebut tetap menjelaskan kepada Anda bahwa penyakit Keluarga Anda harus ditangani oleh Spesialis Jantung sambil menuliskan resep sementara untuk 3 hari dan Surat Rujukan kembali ke Rumah Sakit, namun Dokter memilihkan Rumah Sakit Swasta yang sudah bekerja sama dengan BPJS.

----

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.71 tahun 2013 tentangPELAYANAN KESEHATAN PADA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL, menyebutkan di dalam Bab II pasal 2, yang disebut Penyelenggara pelayanan kesehatan meliputi SEMUA FASILITAS KESEHATAN YANG BEKERJA SAMA DENGAN BPJS KESEHATAN baik FasKes tingkat pertama mau pun FasKes rujukan tingkat lanjutan.

FasKes tingkat pertama yaitu : Puskesmas, praktik dokter, praktik dokter gigi, klinik pratama atau yang setara, dan Rumah Sakit Kelas D Pratama atau yang setara.

Sedangkan Faskes tujukan tingkat lanjutan yaitu : klinik utama atau yang setara, Rumah Sakit Umum, dan Rumah Sakit Khusus.

----

Dengan sedikit rasa Bingung dan Kecewa, Anda sudah mengerti memang harus ke Poli Spesialis Jantung untuk menjalani pengobatan berikutnya. Anda pergi ke RS Swasta B membawa Surat Rujukan ke dua. Sambil berharap, kondisi keluarga Anda tidak semakin memburuk.

Sesampainya, di RS Swasta B, Anda diterima di Poli Spesialis Jantung setelah mengantri tidak seberapa lama dibanding RSUD A. Setelah menjalani pelayanan singkat dan cepat, Anda diminta kembali ke Klinik Keluarga untuk minta rujukan ke Poli Spesialis Penyakit Dalam untuk pemeriksaan selanjutnya.

Menurut Anda, apakah pelayanan seperti di RS Swasta B ini efektif ? Ini artinya, Anda harus bolak-balik dari satu Pelayanan ke Pelayanan yang lain yang masih satu atap, tetapi Anda harus keluar dulu meminta surat pengantar. Menghabiskan energi, biaya, waktu, dan TIDAK TUNTAS.

----

Di sinilah letak anomali perilaku yang terbawa sejak jaman Jamsostek di Rumah Sakit. Pelayanan Kesehatan yang berliku, rummit, dan tidak efektif.

Ada 2 masalah yang terjadi :

1.Administrasi Rumah Sakit tidak / belum paham peraturan pemerintah terkait BPJS

2.Spesialis di Rumah Sakit pun tidak mengerti bagaimana merujuk peserta BPJS di RS

Seperti inikah pelayanan yang diperoleh bila kita mendaftar sebagai peserta BPJS ?

Seperti inikah kesiapan BPJS mengelola para peserta yang rajin membayar Iuran setiap bulan ?

Menurut Penulis, BPJS Kesehatan harus dan berusaha membuat sosialisasi program sampai penyelenggara kesehatan mengerti betul. Hal ini agar para peserta tidak lagi dibuat bingung dan bertambah penderitaannya karena kebingungan tersebut. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki BPJS Center untuk melayani hal-hal teknis dan administratif, yang senantiasa aktif bekerja demi kelancaran proses pelayanan Jaminan Sosial Nasional.

Agar tiada lagi PASIEN BOLA PING-PONG...

BPJS... KEEP MAKING A MOVE...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun