Oleh: Aipda Agung Himawan, S.H., M.P.si.
Anggota Polsek Wonocolo, Polrestabes Surabaya(agungh.polrestabessurabaya@gmail.com)
Manusia adalah makhluk hidup yang dikaruniai dengan akal yang sehat. Tentunya dalam perjalanan hidup pasti pernah mengalami kegagalan. Disisi lain individu dilahirkan didunia dikaruniai keunikan dan kelebihan masing-masing, baik kelebihan kecerdasan akademik (otak kiri) maupun dikaruniai kelebihan ketrampilan kreativitas (otak kanan) bahkan ada pula yang dikaruniai keduanya. Terkait dengan hal ini, maka kita perlu menggali kelebihan-kelebihan yang dimiliki.
Sebagaimana konsep output pembelajaran yang sedang dikembangkan di Negara kita saat ini, yakni konsep Taksonomi Bloom and HOTSÂ yang dikenalkan oleh tokoh: Benjamin S. Bloom, dkk (1956) beliau merupakan seorang psikolog bidang pendidikan (Ujang Suparman, 2021), yang mana diterapkan di negara kita pada kurikulum 2013 semenjak kepemimpinan bapak PROF. Dr. Ir. KH. Mohammad Nuh, DEA (Nuh M, 2013) dan dilanjutkan oleh Mas menteri Nadiem Anwar Makarim, B.A., M.B.A. Dimana sebagai individu, orang tua maupun pendidik seyogyanya memahami konsep-konsep tersebut, sehingga mampu mengidentifikasi dan menggali kelebihan, minat dan bakat diri sendiri, putra-putri maupun anak-anak didik.
Pemahaman terkait peningkatan kompetensi, akan membawa pada pemaknaan hidup. Menurut tokoh Viktor E Frankl (1905--1997) bahwa kejadian yang telah lewat tidak dapat diubah, namun kita dapat mengubah tafsir atau "makna" terhadapnya. Menurut Viktor E Frankl, semua hal yang baik maupun yang buruk, hanya akan terjadi pada diri kita karena kita sendiri telah mengizinkannya untuk terjadi pada diri kita, bahkan manusia yang tidak punya apa-apa lagi di dunia ini, mungkin masih mengetahui tentang bagaimana caranya untuk bahagia. Viktor E Frankl juga mengatakan bahwa kebermaknaan hidup disebut sebagai kualitas penghayatan individu terhadap seberapa besar ia dapat mengembangkan, mengaktualisasikan potensi-potensi dan kapasitas yang dimilikinya serta seberapa jauh ia telah berhasil mancapai tujuan-tujuan hidupnya, dalam hal memberi makna atau arti kepada kehidupannya (Bastaman, 2007).
Salah satu langkah untuk menemukan makna hidup, yakni pemahaman pribadi dengan mengenali kelebihan dan kelemahan berupa penampilan, sifat, bakat, pemikiran serta mengenali kondisi lingkungan seperti keluarga, tetangga dan rekan kerja. Terkait dengan peningkatan kompetensi dengan menggali potensi yang ada, maka akan menemukan pemaknaan hidup (Bastaman, 1996).
Pembahasan selanjutnya yaitu kompetensi. Menurut tokoh Spencer et al,(1994), kompetensi merupakan karakter individu yang dapat diukur dan ditentukan untuk menunjukkan perilaku dan performa kerja tertentu pada diri seseorang. Definisi menurut International Organization for Standardization, (2012), kompetensi merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan dan keterampilan individu untuk mencapai hasil yang diharapkan. Sedangkan menurut Badan Nasional Sertifikasi Profesi (2014), kompetensi diartikan sebagai kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan standardisasi yang diharapkan. Berdasarkan beberapa definisi tersebut, maka beberapa hal penting yang terkait dengan kompetensi yaitu kemampuan, pengetahuan, sikap, pemahaman, nilai, bakat dan minat seseorang.
Sehingga korelasi antara makna hidup dengan peningkatan kompetensi pada individu yaitu mampu menggali kelebihan maupun kelemahannya untuk berusaha berprestasi sehingga memiliki makna hidup yang berujung pada kebahagian (happiness) maupun kesuksesan hidup. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan nasional di negara kita yang menuju Indonesia emas 2045, yang memiliki SDM unggul berkarakter.
Begitu pula termaktub pada program prioritas Kapolri pada point ke-3 yaitu menjadikan SDM Polri yang unggul di era Police 4.0, yaitu SDM Polri yang handal beradaptasi di tengah revolusi industri 4.0 yang identik dengan kemajuan teknologi dan informasi (Rahmawaty, 2021).
Daftar Referensi