Setiap hari, saat berangkat ke kantor yang hanya berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah, penulis selalu merasa was-was dan khawatir mengenai apa yang akan menimpa di jalanan. Bukan karena banyaknya demo yang akhir-akhir ini banyak terjadi di kawasan industri, atau tawuran antar pelajar seperti cerita yang mendominasi berita di televisi, tetapi lebih ke situasi jalanan yang semakin tidak kondusif. Terutama berkaitan dengan kemacetan jalan yang semakin hari semakin menjadi momok bagi pengguna jalan pada umumnya.
Situasi macet disekitar tempat tinggal penulis [Kawasan industri sebelah timur jakarta], memang tidak separah di kota besar lainnya seperti Jakarta. Tetapi karena pengalaman sebelumnya, saat tinggal didaerah asal tidak pernah mengalami kemacetan, hal tersebut membuat stress, menguras energi dan kadang membuat emosi tingkat tinggi bagi para penggunanya.
Empat tahun tinggal di daerah ini, kondisinya tidak semakin membaik, bahkan dari pengamatan pribadi, malahan semakin parah. Yang sebelumnya tidak pernah macet, sekarang menjadi macet, yang tadinya rapi menjadi tidak rapi. Memang ada beberapa perbaikan dibeberapa titik kemacetan, tetapi tetap saja, tidak bisa menghilangkan kemacetan secara total.
Yang juga semakin meningkat adalah tingkat ketidakdisiplinan para pengguna jalan, Para pemakai kendaraan bermotor roda 2 misalkan, seringkali mereka melawan arus lalu lintas, hanya supaya lebih cepat sampai ditujuannya. Sering juga disaat kondisi jalan ramai dan tersendat, saling serobot antar sepeda motor dari arah yang berlawanan terjadi. Ujung-ujungnya malah membuat macet, apalagi jika diantara kedua sisi lalu lintas tersebut tidak ada yang mau mengalah.
Juga sering penulis melihat, mereka berkendara tanpa menghiraukan keselamatan diri sendiri dan orang lain, dengan ngebut, menyalip dari sebelah kiri dan berkendara tanpa pengaman [helm] yang memadai. Yang lebih mengherankan, walaupun sering juga terjadi kecelakaan, keadaan seperti itu masih terus terjadi, hampir setiap hari.
Pengguna kendaraan beroda empat, juga ikut berperan di kemacetan yang terjadi. Terutama ketidak disiplinan dari para angkutan umum yang menggunakan sebagian badan jalan untuk menunggu penumpang, seringkali penulis melihat, antrian kendaraan karena menunggu angkutan umum tersebut berhenti sekedar menunggu atau menurunkan penumpang. Banyak juga kendaraan roda empat pribadi yang entah sedang terburu-buru atau apa, kemudian ngebut dan mau menang sendiri tidak memperdulikan kendaraan yang lain.
Kemacetan yang terjadi, selain karena jumlah kendaraan bermotor yang tidak sebanding dengan banyaknya jalan yang ada, juga ada faktor kurang disiplin dari para pemakainya. Baik kendaraan bermotor roda 2 maupun roda empat, sama-sama memberikan kontribusi bagi keruwetan yang berujung kepada kemacetan.
Kondisi tersebut, dari cerita rekan-rekan yang tinggal didaerah sekitar jakarta juga sama, hampir setiap hari mereka bergulat dengan kemacetan, ketika berangkat atau pulang bekerja. Kadang di momen2 tertentu bukan hanya dihari kerja saja, tetapi juga saat hari libur.
Sungguh bukan kondisi yang ideal untuk hidup dan berkembang, didunia yang terus maju dan berkembang ini, setiap waktu adalah berharga, tidak selayaknya kita kehilangan waktu berharga itu karena kemacetan yang timbul karena ketidak disiplinan kita di jalan raya.
Mari mulai mengurangi kemacetan disekitar kita dengan disiplin berkendara, saling menghormati sesama pengguna jalan dan mau mengalah demi kelancaran jalan raya.
Cikarang, 22 September 2012 21.25
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H