Di bawah kelamnya langit malam,
Bulan bersinar temaram, memancarkan pesonanya yang syahdu.
Angin sepoi-sepoi berbisik, menyapa dedaunan yang bergoyang perlahan.
Keheningan menyelimuti, hanya suara jangkrik yang terdengar di kejauhan.
Aku duduk di beranda rumah, merenungkan segala hal yang telah terjadi.
Perjalanan hidup yang penuh lika-liku, suka dan duka, tawa dan air mata.
Semua terukir indah dalam memori, menjadi pelajaran berharga untuk masa depan.
Kupegang pena di tangan, siap menuangkan isi hati ke dalam kalam.
Kata demi kata mengalir, bagaikan air sungai yang mengalir tanpa henti.
Tinta hitam menari di atas kertas putih, melukiskan kisah hidup yang penuh makna.
Bulan malam menemani, menjadi saksi bisu dalam proses kreatifku.
Cahayanya yang lembut menerangi ruang kerjaku, membantuku untuk fokus dan berkonsentrasi.
Inspirasi terus mengalir, ide-ide baru bermunculan tanpa henti.
Ku tulis tentang cinta, tentang kehilangan, tentang harapan, dan tentang mimpi.
Ku tulis tentang segala hal yang ada di dalam hatiku, tanpa rasa ragu dan tanpa rasa takut.
Karya ini adalah ungkapan jiwaku, sebuah persembahan untuk dunia.
Bulan mulai meninggi, cahayanya semakin terang.
Namun aku masih betah duduk di beranda, terus menuangkan isi hatiku ke dalam kalam.
Aku ingin menyelesaikan karyaku ini, sebelum malam semakin larut.
Aku tahu, masih banyak hal yang harus aku pelajari.
Namun aku yakin, dengan tekad dan kerja keras, aku bisa mencapai mimpiku.
Bulan malam adalah saksi bisuku, bahwa aku akan terus berkarya, tanpa henti dan tanpa rasa lelah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H