Secarik tinta air mata,
Kucurahkan dalam pena,
Menuliskan rasa pilu yang tak terkira,
Kisah cinta yang penuh luka dan derita.
Terlukis di atas kertas putih,
Jejak rasa yang tak tertahan lagi.
Rindu yang membara, bagai api yang tak kunjung padam,
Menyiksa jiwa dan raga tanpa henti.
Ingin kuungkapkan semua rasa ini,
Kepada sang pujaan hati yang jauh di sana.
Namun, hanya pena dan kertas yang menjadi saksi,
Kisah cinta yang tak terucapkan dalam kata-kata.
Lebih baik ditampar agar tersadar,
Daripada dibelai dan dibuat lalai.
Cinta yang tak dibalas, hanya membawa luka dan pilu,
Menyiksa hati dan membuat jiwa merana.
Air mata terus mengalir,
Membasahi pipi dan membasahi pena.
Tinta hitam bercampur air mata,
Menuliskan kisah cinta yang penuh nestapa.
Akankah kisah ini berakhir bahagia?
Atau selamanya terjebak dalam nestapa?
Hanya waktu yang bisa menjawab,
Jawaban atas pertanyaan yang selalu menghantui jiwa.
Namun, di tengah rasa sakit dan derita,
Ada secercah harapan yang masih menyala.
Harapan untuk cinta yang sejati,
Cinta yang mampu membahagiakan jiwa dan raga.
Hingga saat itu tiba,
Aku akan terus menulis,
Secarik tinta air mata,
Menuliskan kisah cinta yang tak terlupakan.