Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tajamnya Kata dalam Puisi

13 April 2024   09:09 Diperbarui: 13 April 2024   09:11 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tajamnya Kata dalam Puisi


Di balik alunan kata yang tersusun rapi,
Tersembunyi makna tajam bagai pisau berkarat.
Menebas luka di hati yang terluka,
Membongkar rahasia yang terkubur dalam jiwa.

Kata bagaikan pedang bermata dua,
Bisa menyembuhkan, bisa pula melukai.
Tergantung pada siapa yang menggenggamnya,
Dan bagaimana ia menggunakannya.

Puisi yang tajam bagaikan pisau bedah,
Menyingkap tabir kebenaran yang tersembunyi.
Menelanjangi realitas yang kelam,
Membuat kita tertegun dan merenung sejenak.

Di balik alunan kata yang tersusun rapi,
Tersembunyi makna tajam bagai pisau berkarat.
Menebas luka di hati yang terluka,
Membongkar rahasia yang terkubur dalam jiwa.

Kata bagaikan pedang bermata dua,
Bisa menyembuhkan, bisa pula melukai.
Tergantung pada siapa yang menggenggamnya,
Dan bagaimana ia menggunakannya.

Puisi yang tajam bagaikan pisau bedah,
Menyingkap tabir kebenaran yang tersembunyi.
Menelanjangi realitas yang kelam,
Membuat kita tertegun dan merenung sejenak.

Namun, puisi yang tajam juga bisa melukai,
Menorehkan luka di hati yang rapuh.
Membangkitkan amarah dan kebencian,
Memicu perpecahan dan pertikaian.

Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan kata-kata,
Memilih diksi yang tepat dan bijaksana.
Gunakan puisi sebagai alat untuk mencerahkan,
Bukan untuk menyakiti dan melukai.

Marilah kita asah ketajaman kata dalam puisi,
Gunakan kekuatannya untuk kebaikan.
Biarlah puisi menjadi jembatan yang menghubungkan,
Bukan tembok yang memisahkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun