Mohon tunggu...
Agung Christanto
Agung Christanto Mohon Tunggu... Guru - guru SMA
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Dari Nol Menuju Puncak, Berbagi Inspirasi dengan Keteguhan Hati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Luka menjadi Suka-cita: Damai Sejahtera dari Sang Juru Selamat

9 April 2024   15:57 Diperbarui: 9 April 2024   15:58 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sukacita Pertemuan dengan Tuhan

Sesudah berkata demikian,
Yesus menampakkan diri kepada mereka.
Murid-murid bersukacita,
Melihat Tuhan yang telah bangkit.

Mereka melihat tangan dan lambung-Nya,
Bukti nyata kebangkitan-Nya.
Sukacita memenuhi hati mereka,
Mendapati Kristus yang hidup kembali.

Yesus berkata, "Damai sejahtera bagi kamu!"
Kata-kata penuh makna dari Sang Guru.
Sebagaimana Bapa mengutus Aku,
Demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.

Saat itu, mereka diserahi tugas,
Untuk menyampaikan injil kasih dan damai.
Dengan hati penuh pengharapan,
Mereka melangkah menjalankan panggilan-Nya.

Luka Menjadi Sukacita: Damai Sejahtera dari Sang Juru Selamat

Di ruang remang, keraguan menyelimuti,
Murid-murid terpaku, diliputi rasa sedih.
Tiba-tiba, Yesus berdiri di tengah mereka,
Tangan dan lambungNya penuh luka, tanda cintaNya.

Sukacita membanjiri hati yang hampa,
Yesus hidup! Kematian tak mampu menyapa.
LukaNya menjadi bukti kasih yang sempurna,
Menebus dosa manusia, membawa damai sejahtera.

Yesus berkata dengan suara penuh kelembutan,
"Sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu."
Misi kasih dilanjutkan, murid-murid menjadi saksi,
Menyebarkan kabar sukacita, membawa damai di bumi.

Luka Yesus menjadi simbol penebusan,
Sukacita kebangkitan membawa kedamaian.
Murid-murid diutus untuk meneruskan misiNya,
Menebar kasih dan damai di seluruh penjuru dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun