Misteri Saat Bunga Tabur Ini Mengering di Pusara Bapak
Di pusara Bapak, bunga tabur tergeletak layu,
Kelopaknya rapuh, warnanya memudar pilu.
Angin sepoi menerbangkan aroma harumnya,
Meninggalkan jejak kenangan yang tak terlupakan.
Misteri kehidupan menyelimuti alam semesta,
Kepergian Bapak meninggalkan luka yang mendalam.
Pertanyaan-pertanyaan tanpa jawaban menghantui jiwa,
Mencari makna di balik misteri yang tak terkira.
Bunga tabur ini kering, layaknya raga yang fana,
Namun cinta dan kasih sayang Bapak takkan pernah sirna.
Kenangan indah bersama Bapak akan selalu diingat,
Menjadi kekuatan untuk melangkah maju di tengah badai yang menerjang.
Di pusara ini, doa dipanjatkan dengan khusyuk,
Semoga Bapak tenang di alam sana, damai dan bahagia.
Misteri kematian takkan pernah terungkap,
Namun cinta dan kasih sayang Bapak abadi selamanya.
Misteri menyelinap saat bunga layu,
Di pusara yang menjadi tempat peristirahatanmu.
Taburan bunga kini memudar, layu dan rapuh,
Menghadirkan kehampaan dalam hati yang pilu.
Di sini, di antara tanah yang sunyi,
Aku merenung tentang misteri kehidupan dan kematian.
Bunga-bunga yang dulu segar dan bersemi,
Kini layu, menyampaikan pesan tentang kefanaan.
Bapak, di mana arah perjalanan jiwa ini?
Menuju ke mana kita akan berlabuh?
Dalam misteri yang tak terungkap, aku mencari jawaban,
Di antara bayang-bayang yang menghampiri malam.
Namun, di tengah kesedihan yang mendalam,
Aku merasakan kehadiranmu dalam doa.
Bunga yang layu menjadi tanda akan keabadian,
Di mana kasih dan kenangan takkan pernah pudar.
Saat bunga tabur ini mengering di pusaramu,
Ku temukan ketenangan dalam ingatan akanmu.
Meski misteri kehidupan masih menyelimuti,
Kasih kita tetap abadi, dan itu yang paling berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H