Di layar laptop, jemari menari,
Menciptakan kata demi kata, tanpa henti.
Ide mengalir bagaikan air bah,
Menjelma puisi dalam sekejap mata.
Tak perlu waktu lama untuk merenung,
Tak perlu menanti inspirasi datang.
Hanya modal kamus dan rima yang tersusun,
Puisi indah pun siap tersaji.
Namun, di balik keindahannya yang semu,
Tersimpan sebuah rahasia yang kelam.
Puisi karbitan, tanpa makna yang mendalam,
Hanya tumpukan kata yang tersusun rapi.
Di mata para pujangga sejati,
Penulis karbitan bagaikan badut yang lucu.
Menertawakan karya mereka yang hampa,
Tanpa ruh dan tanpa jiwa.
Namun, penulis karbitan tak gentar,
Terus berkarya, tanpa rasa malu.
Bagi mereka, puisi adalah komoditas,
Yang bisa diperjualbelikan dengan mudah.
Apakah puisi karbitan layak dihargai?
Ataukah hanya sampah yang tak berguna?
Jawabannya ada di tangan para pembaca,
Yang mampu membedakan mana yang indah,
Dan mana yang hanyalah kepura-puraan.
Sebagai penulis, marilah kita renungkan,
Apakah karya kita memiliki makna yang mendalam.
Janganlah terjebak dalam kesombongan,
Dan teruslah belajar untuk menjadi lebih baik.
Semoga puisi ini menjadi sebuah refleksi,
Bagi para penulis, baik karbitan maupun sejati.
Marilah kita ciptakan karya yang indah,
Yang mampu menyentuh hati dan jiwa.
Di bawah remang bulan, di kala malam tiba,
Di sebuah sudut ruangan, terdapat seorang penulis.
Dengan pena dan kertas, ia menciptakan karya,
Menyusun kata-kata menjadi kisah yang mengagumkan.
Dia adalah penulis Karbitan, sang pengarang malam,
Mencurahkan pikiran dan imajinasinya ke dalam tulisan.
Dengan setiap goresan pena, ia menggambarkan dunia,
Menghidupkan karakter dan alur cerita dengan magis.